BIMATA.ID, Jakarta – Praktik mafia tambang menjadi tantangan terbesar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Kondisi ini tidak hanya menyebabkan potensi kehilangan pendapatan negara, tapi juga menimbulkan kerusakan lingkungan dan dampak sosial bagi masyarakat sekitar wilayah pertambangan.
Dalam pidato kenegaraan saat Sidang Tahunan MPR RI, pada 15 Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi dan menjaga stabilitas harga pangan, salah satunya dengan pemberantasan mafia tambang dan tanah.
(Sumber: https://rmol.id/publika/read/2025/08/20/676886/mafia-tambang-dan-komitmen-pemberantasan-korupsi)
BACA JUGA: Pekerja SPPG Cimalaka Tunjukkan Rasa Syukur Program MBG Prabowo: Ada Anak yang Harus Dinafkahi
Presiden Prabowo menyampaikan, perilaku korupsi ada di setiap eselon birokrasi, ada di setiap intitusi dan organisasi pemerintahan. Kepala Negara bahkan mengungkapkan bahwa perilaku korupsi ada di jajaran BUMN dan BUMD. Ia pun melihat seberapa besar tantangan pemerintah untuk mengatasi kondisi ini.
“Ini bukan fakta yang harus kita tutup-tutupi,” tegas Prabowo.
Prabowo juga berjanji, pemerintah akan menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam praktik korupsi dan tambang ilegal. Ia menekankan, korupsi adalah musuh besar bangsa dan meminta seluruh pihak bersatu untuk membasmi praktik kotor di Indonesia.
“Saya beri peringatan, apakah ada orang-orang besar, orang-orang kuat, jenderal dari mana pun, apakah dari TNI atau polisi, atau mantan jenderal, tidak ada alasan, kami akan bertindak atas nama rakyat,” ujar Prabowo.
(Sumber: Kompas TV dari TV Parlemen https://youtu.be/k4HgnoD7jAM?si=voWBKeAon8F-92eU)
Dosen hukum pidana Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Dr. Armansyah, S.H., M.H., menilai bahwa pemberantasan mafia tambang bukan hanya soal hukum, melainkan soal martabat bangsa. Menurutnya, Presiden Prabowo sudah memberi peringatan keras dan publik menantikan langkah nyata.
Armansyah menekankan, pidato kenegaraan Presiden Prabowo harus dicermati serius untuk menutup celah mafia tambang. Jika Presiden turun langsung mengawasi dan memberi instruksi tegas, maka ini jadi momentum bersejarah di mana negara benar-benar hadir membela rakyat dan menjaga kekayaan alamnya.
“Di usia 80 tahun kemerdekaan, rakyat Indonesia berharap kekayaan negeri ini kembali sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir mafia,” kata Armansyah.
Ia menegaskan, perlunya pengawasan dan transparansi karena kekuasaan tanpa kontrol akan berpotensi melahirkan korupsi. Hal ini sangat relevan jika dikaitkan dengan tata kelola tambang di Indonesia. Menurutnya, keterbukaan informasi mengenai izin tambang, pemegang konsesi, hingga penerimaan negara harus menjadi agenda pioritas pemerintah.
(Sumber: https://rmol.id/publika/read/2025/08/20/676886/mafia-tambang-dan-komitmen-pemberantasan-korupsi)
Modus Mafia dan Pembentukan Satgas
Indonesia Police Watch (IPW) mengungkap, model kejahatan hostile takeover merupakan modus konvensional yang banyak dilakukan para pelaku mafia tambang dengan tujuan mengambil alih perseroan legal secara murah meriah. Bagaimana cara kerja mereka?
Salah satu cara kerja mafia tambang adalah upaya paksa untuk mengambil perseroan pemilik sah Ijin Usaha Pertambangan (IUP). Mereka menggunakan proses hukum yang terlihat legal melalui perjanjian-perjanjian yang dibuat, namun berakhir dengan eksekusi paksa di lapangan dengan bantuan pihak kepolisian.
Keberpihakan polisi dalam berbagai kasus mafia pertambangan di Indonesia inilah yang juga menjadi catatan IPW. Ketika polisi berpihak pada salah satu pihak, menurut Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, ada kecenderungan pihak lawan akan ‘dibabat’ dengan mekanisme hukum pidana atau yang biasa disebut kriminalisasi.
(Sumber: https://www.neraca.co.id/article/173478/begini-cara-kerja-mafia-tambang-menguasai-perusahaan-pemilik-iup)
Terkait pemberantasan mafia, Presiden Prabowo menginstruksikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk menertibkan seluruh kegiatan pertambangan, baik di kawasan hutan lindung maupun tambang ilegal. Hal ini untuk mencegah kerusakan multidimensi, sekaligus menutup potensi kerugian besar yang ditanggung negara dan masyarakat.
BACA JUGA: Muzani: PIRA Jadi Mata dan Telinga Presiden Prabowo dan Gerindra
Penambangan liar di kawasan hutan umumnya dilakukan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau dengan melampaui luasan izin yang diberikan. Sedangkan penambangan ilegal di luar kawasan hutan terjadi ketika pelaku tidak memiliki IUP. Untuk mengatasi persoalan ini, Presiden Prabowo membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).
Seperti tertuang dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2025, Satgas PKH diberi mandat menegakkan hukum atas pelanggaran pemanfaatan kawasan hutan, termasuk perambahan ilegal, penyalahgunaan lahan, serta melakukan reforestasi dan penguasaan kembali kawasan yang disalahgunakan.
Satgas PKH dipimpin langsung oleh Menteri Pertahanan sebagai ketua, dibantu Jaksa Agung, Panglima TNI, dan Kapolri sebagai wakil ketua, kemudian anggotanya terdiri dari tujuh menteri, salah satunya adalah Menteri ESDM. Sebuah tantangan besar karena menurut catatan Presiden Prabowo, lebih dari 1.000 titik aktivitas tambang ilegal yang harus segera ditangani.
“Kita akan tertibkan tambang-tambang yang melanggar aturan. Saya sudah diberi laporan oleh aparat-aparat bahwa terdapat 1.063 tambang ilegal dan potensi kerugian negara adalah minimal 300 triliun rupiah,” kata Presiden Prabowo dalam Pidato Kenegaraan saat Sidang Tahunan MPR, pada 15 Agustus 2025.
(Sumber: https://investortrust.id/indepth/76820/prabowo-vs-mafia-tambang-pertarungan-rp-300-triliun)
Langkah Nyata
Presiden Prabowo baru saja menyaksikan momen bersejarah yang menandakan langkah besar pemerintah dalam memulihkan kerugian negara akibat praktik tambang ilegal di kawasan PT Timah Tbk. Pada Senin, 6 Oktober 2025, Kepala Negara menyaksikan langsung Penyerahan Aset Barang Rampasan Negara (BRN) kepada PT Timah, yang digelar di Smelter PT Tinindo Internusa, Bangka Belitung.
Barang rampasan yang diserahkan mencakup aset berjumlah besar dan beragam, antara lain 108 unit alat berat, 99,04 ton produk kristal Sn (cristalyzer), 94,47 ton crude tin dalam 112 petakan/balok, aluminium 15 bundle (15,11 ton) dan 10 jumbo bag (3,15 ton), logam timah Rfe 29 bundle (29 ton), logam timah 680.687,6 kg, alat pertambangan, tanah 22 bidang seluas 238.848 m2, hingga uang tunai.
Presiden Prabowo menyebut nilai aset yang berhasil disita dan diserahkan mencapai 7 triliun rupiah. Ia menambahkan, nilai tersebut belum termasuk tanah jarang (rare earth/monasit) yang nilainya jauh lebih besar, yakni satu ton monasit bisa mencapai 3 miliar rupiah.
BACA JUGA: H. Rokhmat Ardiyan Kunjungi Sekolah Rakyat di Kuningan: Wujudkan Mimpi Besar Presiden Prabowo
Presiden Prabowo pun mengungkap, total kerugian negara akibat kegiatan tambang ilegal di kawasan PT Timah Tbk. mencapai sekitar 300 triliun rupiah. Jumlah ini mencerminkan besarnya kebocoran kekayaan negara yang harus segera dihentikan.
“Kerugian negara dari enam perusahaan swasta ini saja total 300 triliun rupiah. Kerugian negara sudah berjalan 300 triliun rupiah ini kita berhentikan,” tegas Prabowo.
Penyerahan aset ini dilakukan secara berjenjang, dimulai dari Jaksa Agung kepada Wakil Menteri Keuangan, dilanjutkan kepada CEO Danantara, dan akhirnya diserahkan kepada Direktur Utama PT Timah Tbk.
(Sumber: https://setkab.go.id/presiden-prabowo-saksikan-penyerahan-aset-rampasan-negara-ke-pt-timah/)
