BIMATA.ID, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat orang dari pihak swasta dan seorang kepala desa terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana hibah untuk kelompok masyarakat di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022.
“Pemeriksaan atas nama JPP, HN, AR, dan WK selaku pihak swasta, serta SR selaku kepala desa,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo.
Budi menjelaskan, pemeriksaan terhadap kelima orang tersebut dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Pemeriksaan ini menjadi bagian dari upaya KPK untuk memperkuat alat bukti dalam kasus dugaan rasuah yang merugikan keuangan negara tersebut.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan sebanyak 21 orang sebagai tersangka dalam pengembangan penyidikan kasus dana hibah Jatim.
Salah satu yang ditetapkan sebagai tersangka adalah mantan Ketua DPRD Jawa Timur Kusnadi.
Dari 21 orang tersangka itu, empat orang ditetapkan sebagai penerima suap, sementara 17 orang lainnya sebagai pemberi suap. Skema penyuapan ini diduga melibatkan sejumlah pihak mulai dari pejabat publik hingga swasta.
Budi memerinci, dari empat orang tersangka penerima suap, tiga orang merupakan penyelenggara negara dan satu orang lainnya merupakan staf dari penyelenggara negara. Hal ini menunjukkan adanya keterlibatan langsung pejabat dalam kasus tersebut.
Adapun 17 orang tersangka pemberi suap terdiri dari 15 orang pihak swasta dan dua orang penyelenggara negara. KPK menduga pemberian suap dilakukan agar proses pengucuran dana hibah dapat dipermudah atau dipercepat.
KPK sebelumnya, pada 20 Juni 2025, mengungkapkan bahwa pengucuran dana hibah yang berkaitan dengan perkara ini untuk sementara tercatat terjadi di sekitar delapan kabupaten di Jawa Timur. Temuan ini memperlihatkan bahwa kasus dugaan korupsi hibah memiliki jangkauan yang cukup luas.
Penyidikan masih terus berjalan, dan KPK menegaskan akan memanggil pihak-pihak lain yang diduga mengetahui alur korupsi tersebut. Lembaga antirasuah itu juga memastikan bahwa penanganan kasus dana hibah Jatim dilakukan secara transparan demi mengembalikan kepercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran daerah.
