BIMATA.ID, Jakarta – Nilai tukar rupiah kembali menunjukkan taringnya pada perdagangan sesi pertama, Kamis (14/8/2025). Berdasarkan catatan Bloomberg, rupiah menguat 0,64 persen atau setara 103 poin, menutup sesi di level Rp16.099 per dolar AS.
Kenaikan ini melanjutkan tren positif sehari sebelumnya, di mana rupiah berhasil ditutup menguat 0,54 persen atau 87 poin ke posisi Rp16.202 per dolar AS.
Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan bahwa penguatan signifikan ini dipicu optimisme investor terhadap potensi penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat pada September mendatang.
“Penguatan rupiah yang signifikan didorong oleh keyakinan pasar akan pemangkasan suku bunga The Fed bulan September mendatang,” ujar Ibrahim.
Ibrahim menjelaskan, sentimen tersebut menguat setelah data inflasi AS dirilis sesuai ekspektasi, serta masuknya pejabat baru di jajaran Gubernur The Fed yang dinilai akan membawa pendekatan berbeda dari Jerome Powell, terutama terkait kebijakan pelonggaran suku bunga.
Baca Juga: Sekjen Gerindra Ingatkan Pesan Presiden Prabowo di Tengah Gejolak Politik Pati
Faktor eksternal lain yang turut memompa semangat pasar adalah meredanya ketegangan geopolitik. Rencana pertemuan langsung antara Presiden Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska, serta komunikasi virtual Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, dinilai memberi energi positif bagi pasar keuangan global.
“Hal ini membuat pasar saham di Amerika Serikat, Eropa, dan Asia menguat. Bahkan semua mata uang yang melawan dolar AS, mengalami penguatan,” lanjut Ibrahim.
Selain itu, pelaku pasar menantikan rilis data inflasi produsen dan tingkat pengangguran AS yang dijadwalkan malam ini. Data ini diyakini akan menjadi indikator penting arah pergerakan rupiah selanjutnya.
Dari sisi domestik, sorotan tertuju pada capaian pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 yang dilaporkan mencapai 5,12 persen. Namun, angka ini masih memicu perbedaan pandangan.
“Mereka memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di rentang 4,7. Bahkan pemerintah sendiri sebelumnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan II di bawah 5 persen,” kata Ibrahim.
Meski demikian, capaian tersebut dianggap lebih baik dibanding kuartal pertama, sehingga membangkitkan optimisme di kalangan pelaku pasar. Sentimen positif juga diarahkan pada pidato Presiden Prabowo Subianto mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026, yang dinilai berpotensi memberikan tambahan kepercayaan terhadap stabilitas pasar.
Pada sesi ini, rupiah menjadi mata uang dengan penguatan tertinggi di kawasan Asia Pasifik. Rupiah melesat 0,64 persen, disusul yen Jepang 0,56 persen, ringgit Malaysia 0,21 persen, peso Filipina 0,21 persen, dan yuan China 0,06 persen. Sementara itu, won Korea melemah 0,36 persen, diikuti dolar Taiwan turun 0,07 persen.
Simak Juga: Tina Wiryawati: Koperasi Merah Putih Dorong Kebangkitan Ekonomi Desa di Jabar
