BIMATA.ID, Mojokerto – Untuk menjamin kelancaran dan ketepatan sasaran program hilirisasi komoditas perkebunan tahun 2025, Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian (Itjen Kementan) menerapkan strategi pengawasan berbasis manajemen risiko yang komprehensif. Inisiatif ini dipandang penting dalam mendukung program strategis nasional yang ditargetkan membuka jutaan lapangan pekerjaan serta meningkatkan nilai tambah sektor pertanian Indonesia.
Pelaksana tugas (Plt) Inspektur Jenderal Kementan, Tin Latifah, menyoroti bahwa sistem manajemen risiko memiliki fungsi utama sebagai sistem deteksi dini guna menghindari kendala dalam pelaksanaan program hilirisasi.
“Jadi kita telah mengumpulkan beberapa stakeholder yang terlibat mulai dari Ditjen Perkebunan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), PT Sinergi Gula Nusantara (SGN). Masing-masing melakukan identifikasi sesuai dengan tugas dan fungsinya sehingga pelaksanaan kegiatan bisa berjalan dengan maksimal,” jelas Tin saat kegiatan manajemen risiko di Pabrik Gula Gempolkrep, Mojokerto, Selasa (30/7/2025).
Baca Juga: Hadiah dari Presiden Prabowo: 18 Agustus 2025 Ditetapkan Sebagai Hari Libur Nasional Tambahan
Ia menegaskan bahwa hilirisasi produk perkebunan merupakan langkah penting dalam meningkatkan nilai jual sektor pertanian, sehingga semua tahapan harus berjalan sesuai rencana tanpa hambatan berarti. Tin juga menyampaikan bahwa pendekatan manajemen risiko bukan hanya prosedural, tetapi menjadi pilar penting dalam menjamin kesuksesan program.
“Itjen nantinya akan memberikan pendampingan, pengawalan, baik dari setiap progres pelaksanaan (program), mulai dari pelaksanaan pengadaan, penyusunan anggaran,” katanya.
Plt Direktur Jenderal Perkebunan, Abdul Roni Angkat, menambahkan bahwa dukungan kebijakan menjadi penopang penting hilirisasi. Pihaknya telah menyiapkan kerangka regulasi untuk mendorong keberhasilan program ini.
“Kita juga telah merumuskan roadmap pengembangan hilirisasi produk perkebunan yang jelas, demi memastikan arah kebijakan yang terarah dan berkelanjutan,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Bidang Pangan, Pengelolaan Energi dan SDA BPKP, Agus Rianto, mengingatkan bahwa program-program yang mendapat sorotan publik biasanya menghadapi hambatan saat implementasi. Menurutnya, hal ini dapat dihindari jika risiko telah dianalisis sejak awal.
“Penerapan manajemen risiko sejak tahap perencanaan adalah fundamental. Ini membantu kita mengidentifikasi potensi kendala sejak dini, sehingga program hilirisasi komoditas perkebunan dapat berjalan lebih efisien, efektif, dan mencapai sasaran yang ditetapkan,” katanya.
Inisiatif penguatan sistem pengawasan ini juga selaras dengan arahan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, yang menekankan pentingnya hilirisasi sektor perkebunan sebagai fokus utama pembangunan pertanian. Setelah mencatat prestasi dalam swasembada beras, Mentan Amran menyampaikan bahwa Indonesia harus beralih dari hanya menjadi penghasil bahan mentah menuju negara pengolah yang kompetitif.
Beberapa komoditas utama seperti kelapa, kakao, mete, kelapa sawit, dan kapas menjadi fokus program hilirisasi karena memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi produk olahan bernilai tinggi untuk pasar lokal dan ekspor.
Program hilirisasi perkebunan yang tengah dijalankan Kementan diperkirakan mampu menciptakan sekitar 8,6 juta lapangan kerja, dengan nilai investasi mencapai Rp371 triliun. Dana ini akan diarahkan untuk memperkuat sektor industri pengolahan hasil pertanian serta membuka ruang bagi generasi muda dalam rantai ekonomi pertanian nasional.
Simak Juga: Ketua Fraksi Gerindra DKI Setyoko Dukung Keberlanjutan Program Badan Gizi Nasional
