BIMATA.ID, Jakarta – Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa pencegahan intoleransi membutuhkan pendekatan yang melampaui sekadar regulasi. Menurutnya, landasan utamanya adalah rasa cinta kepada sesama, Tuhan, dan alam, yang kini dituangkan dalam Kurikulum Berbasis Cinta.
Ia menilai aturan hukum tetap penting, namun perubahan perilaku hanya akan efektif jika dibarengi pembenahan sistem etika dan teologi masyarakat. Tanpa itu, pergeseran budaya toleransi sulit terwujud.
Kemenag juga mengembangkan konsep ekoteologi, yang menekankan keselarasan relasi manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam. Jika kesetaraan ini terbangun, ujar Menag, orang lain akan dipandang sebagai bagian dari diri sendiri, begitu pula alam semesta.
Baca Juga: Agus Andriarto Siapkan Lahan dan Tenaga Kesehatan untuk Program Presiden Prabowo di Tangerang
Ketua Umum PIKI, Badikenita Sitepu, menyambut baik gagasan tersebut dan menegaskan pentingnya mengedepankan nilai kemanusiaan di atas sekat mayoritas-minoritas. Ia mendorong dialog lintas iman sebagai jalan untuk memperkuat saling percaya.
Menag menutup dengan peringatan bahwa krisis kemanusiaan dan kerusakan lingkungan adalah ancaman nyata. Pendidikan toleransi sejak usia dini dan kepedulian terhadap alam, menurutnya, adalah kunci mencegah perpecahan dan kehancuran.
Simak Juga: Kawal MBG Prabowo, Legislator Gerindra Turun ke Dapur SPPG Banarjoyo
