NasionalBeritaOpiniPeristiwaPolitikUmum

Setengah Abad Marhaenisme: Gagasan Revolusioner yang Masih Relevan

BIMATA.ID, Jakarta – Marhaenisme, ideologi perjuangan yang dirumuskan oleh Presiden pertama RI, Ir. Soekarno, kembali menjadi sorotan di tengah dinamika sosial dan ekonomi Indonesia saat ini. Ideologi yang menempatkan rakyat kecil kaum Marhaen sebagai subjek utama perjuangan politik dan ekonomi, menjadi cermin sekaligus pengingat akan cita-cita awal berdirinya republik ini.

Marhaenisme lahir dari pengamatan Bung Karno terhadap kondisi rakyat jelata yang memiliki alat produksi namun hidup dalam ketimpangan sistemik. Marhaenisme menolak kapitalisme dan kolonialisme, serta menekankan kemandirian ekonomi rakyat, persamaan sosial, dan keadilan distribusi kekayaan nasional.

Baca juga: Presiden Prabowo Ucapkan Terima Kasih kepada Orang Tua Perwira Remaja TNI-Polri: Profesi Mulia, Tapi Tidak Ringan

Namun dalam praktiknya, sejumlah kalangan menilai bahwa semangat Marhaenisme belum sepenuhnya mewujud dalam kebijakan negara dewasa ini. Ketimpangan antara desa dan kota masih terasa, begitu pula dengan dominasi korporasi besar atas sektor-sektor strategis yang sering kali menyingkirkan pelaku ekonomi kecil.

“Kita lihat saat ini, petani, nelayan, dan pedagang kecil masih banyak yang kesulitan mengakses pasar dan modal. Padahal mereka adalah gambaran nyata kaum Marhaen masa kini,” ujar Siti Aminah, pengamat sosial dari Universitas Gadjah Mada.

Di sisi lain, pemerintah mengklaim tengah memperkuat peran ekonomi rakyat melalui berbagai program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), koperasi desa, serta digitalisasi UMKM. Program ini dinilai sebagian pihak sebagai langkah menuju semangat Marhaenisme meskipun implementasinya masih perlu penguatan.

“Pemerintah terus mendorong kebijakan inklusif, agar tidak ada rakyat kecil yang tertinggal. Namun perlu diakui, tantangannya tidak ringan karena ketimpangan struktural yang telah berlangsung lama,” ungkap Dirjen Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kemendes PDTT, R. Sudarto.

Sementara itu, aktivis kerakyatan mendesak agar Marhaenisme tak hanya dijadikan slogan atau romantisme sejarah. Mereka berharap semangat ini dapat diwujudkan dalam bentuk kebijakan afirmatif yang berani menata ulang struktur ekonomi nasional agar lebih adil dan berpihak pada kelas bawah.

“Marhaenisme bukan sekadar nostalgia Bung Karno, tapi agenda politik rakyat yang seharusnya dihidupkan kembali. Tanpa itu, kita hanya mengulang ketimpangan lama dalam bentuk baru,” tegas Rahmat Fadillah dari Serikat Rakyat Mandiri.

Kini, di tengah tantangan globalisasi dan persaingan pasar bebas, Indonesia dituntut untuk tetap berpihak pada rakyatnya sendiri. Marhaenisme bukanlah anti-modernisasi, tetapi seruan agar modernisasi tidak menyingkirkan rakyat kecil dari panggung pembangunan.

Simak Juga: Presiden Prabowo ke Perwira Remaja TNI-Polri: Selalu di Depan Beri Contoh

Related Articles

Bimata