MK Gelar Sidang Uji Materi Pasal 21 Tipikor, DPR Tegaskan Batasan Sudah Jelas

BIMATA.ID, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menyatakan bahwa aparat penegak hukum tidak dapat sembarangan menjerat seseorang dengan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Hal ini disampaikannya saat memberikan keterangan dalam sidang uji materi Perkara Nomor 71/PUU-XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi, Selasa (15/7).

“Proses penegakan hukum terhadap penerapan pasal a quo telah dibatasi dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan hukum pidana maupun acara pidana yang berlaku,” tegas Sarifuddin secara daring.

Menurutnya, aparat penegak hukum wajib membuktikan secara jelas unsur kesalahan dalam perbuatan seseorang sebelum menerapkan pasal tersebut. Jika seseorang tidak merasa bersalah, maka tersedia mekanisme pembelaan melalui proses persidangan.

Baca Juga: Delegasi Militer Tiongkok Tinjau Peran JAM PIDMIL dalam Sistem Hukum Indonesia

Frasa “Tidak Langsung” Dinilai Strategis dalam Penegakan Hukum

DPR RI menilai keberadaan frasa “langsung atau tidak langsung” dalam Pasal 21 UU Tipikor memiliki makna strategis, terutama dalam mencegah segala bentuk intervensi terhadap proses hukum, baik secara eksplisit maupun terselubung.

Sarifuddin menekankan bahwa perbuatan seperti menyuap saksi, menyebarkan disinformasi, hingga tekanan sosial dan politik yang dilakukan secara tidak langsung tetap bisa masuk kategori perintangan proses hukum. “Ini menegaskan bahwa dalam konteks pemberantasan korupsi, segala bentuk intervensi akan dianggap serius dan dapat dipidana,” ujarnya.

Ia menambahkan, apabila frasa “tidak langsung” dihapus sebagaimana dimohonkan Pemohon, maka akan menyempitkan ruang lingkup penerapan pasal tersebut dan berpotensi melemahkan upaya penegakan hukum atas tindak pidana korupsi.

Pemohon: Frasa “Tidak Langsung” Berpotensi Kriminalisasi Ekspresi

Permohonan uji materi ini diajukan oleh advokat Hermawanto, yang mempersoalkan konstitusionalitas frasa “atau tidak langsung” dalam Pasal 21 dan penjelasannya. Menurutnya, frasa tersebut tidak memiliki batasan yang pasti dan berpotensi digunakan untuk menjerat warga yang menyampaikan opini di ruang publik.

Pemohon menyatakan bahwa ekspresi melalui seminar, media massa, diskusi kampus, hingga demonstrasi bisa dianggap sebagai upaya menghalangi proses hukum jika dinilai subjektif oleh aparat sebagai bentuk “pengaruh tidak langsung”. Hal ini, menurutnya, dapat mengancam kebebasan berpendapat dan partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum di negara demokrasi.

Sidang Presiden Ditunda

Sidang yang sedianya mendengar keterangan dari Presiden, ditunda karena pihak Presiden menyatakan masih dalam proses koordinasi untuk menyusun tanggapan.

Tentang Pasal 21 UU Tipikor

Pasal 21 UU Tipikor berbunyi:

“Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan/atau denda antara Rp150 juta hingga Rp600 juta.”

Penjelasan pasal tersebut hanya berbunyi: “Cukup jelas.”

Simak Juga: Muzani: Gerindra Harus Hadir di Tengah Rakyat Dikala Suka dan Duka

Exit mobile version