BIMATA.ID, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Martin Daniel Tumbelaka, mengecam keras aksi kekerasan dan perusakan terhadap rumah doa milik jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang. Ia menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah oleh tindakan intoleran dan main hakim sendiri.
“Negara harus hadir dan tegas. Ini bukan sekadar soal bangunan yang dirusak, tetapi soal rasa aman warga negara. Tidak boleh ada pembiaran terhadap tindakan main hakim sendiri,” ujar Martin dalam keterangannya, Senin (28/7/2025).
Insiden perusakan tersebut terjadi pada Minggu (27/7), saat jemaat tengah berdoa dan para siswa mengikuti pelajaran agama. Dalam video yang viral di media sosial, tampak sejumlah warga menyerang rumah doa dengan batu dan kayu. Dua anak mengalami luka dan belasan lainnya mengalami trauma.
Baca Juga: Setyoko Tanggapi Cepat Permintaan Warga, Buktikan Gerindra Hadir Bersama Rakyat
Apresiasi untuk Kepolisian, Desakan untuk Penegakan Hukum Lanjutan
Martin mengapresiasi langkah cepat Polda Sumatera Barat yang telah menangkap sembilan orang terduga pelaku dalam kasus ini. Namun, ia mengingatkan bahwa penegakan hukum tidak boleh berhenti pada penangkapan semata.
“Kami mengapresiasi langkah cepat Polda Sumbar. Ini menunjukkan bahwa negara tidak tinggal diam terhadap tindakan kekerasan dan intoleransi. Namun, penegakan hukum harus terus dilanjutkan hingga tuntas,” tegasnya.
Ia juga meminta agar aparat menyelidiki lebih dalam, termasuk jika terdapat aktor provokator atau pihak yang menggerakkan massa untuk melakukan aksi perusakan.
“Jika ada aktor lain yang mengarahkan atau memprovokasi, mereka juga harus dimintai pertanggungjawaban,” kata Martin.
Seruan Menjaga Keberagaman dan Ruang Hidup Bersama
Martin mengingatkan semua pihak untuk menahan diri dan tidak menyebarkan narasi yang dapat memperkeruh suasana. Ia menegaskan bahwa tindakan kekerasan atas nama apapun tidak bisa dibenarkan, dan bahwa rumah ibadah harus menjadi tempat yang aman bagi seluruh warga negara.
“Kita semua punya tanggung jawab menjaga ruang hidup bersama. Rumah ibadah, apa pun agamanya, adalah tempat yang harus dilindungi. Keberagaman adalah fondasi negara ini,” imbuhnya.
Latar Belakang Peristiwa
Perusakan rumah doa GKSI terjadi saat ibadah dan pelajaran agama tengah berlangsung. Menurut Pendeta F. Dachi, warga mendatangi rumah doa saat ketua RW dan RT sedang berdialog dengan pengurus gereja. Massa tiba-tiba merusak kaca, memutus aliran listrik, dan menghancurkan peralatan ibadah.
Dua anak mengalami luka dan sempat dirawat di RS Yos Sudarso. Peristiwa tersebut mengundang reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Indonesia Police Watch (IPW), yang meminta penegakan hukum atas dasar perlindungan hak beragama dan keselamatan anak.
Simak Juga: Misrayanti: Gerindra Sapa Warga Lewat Pengobatan Gratis
