BIMATA.ID, Bali – Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI), Komisaris Jenderal Polisi Marthinus Hukom, mengungkap modus kejahatan narkotika yang melibatkan warga negara asing (WNA) di Bali.
Hal tersebut disampaikannya saat pencanangan program Desa Bersinar di Wantilan Desa Adat Kelan, Tuban, Kabupaten Badung, Selasa.
Marthinus menyebut bahwa peredaran narkoba saat ini semakin canggih dengan pemanfaatan teknologi mutakhir.
“Kami menemukan suatu modus operandi penyebaran narkoba yang menggunakan teknologi advance,” ungkapnya di hadapan kepala desa dan masyarakat.
Ia menjelaskan bahwa para WNA yang terlibat, khususnya di Bali, memanfaatkan teknologi seperti *blockchain* untuk menghindari deteksi dari aparat penegak hukum.
Peredaran dilakukan secara digital dan terstruktur tanpa interaksi langsung antara pemilik barang, kurir, dan pemesan.
Setelah ada kesepakatan pembelian melalui media sosial atau aplikasi perpesanan, barang diletakkan di tempat tertentu dengan kode lokasi khusus.
Transaksi pun diselesaikan dengan menggunakan mata uang digital seperti *cryptocurrency*, sehingga sulit dilacak.
Marthinus menyoroti keterlibatan WNA asal Rusia dan Ukraina dalam jaringan ini.
Mereka menggunakan chatbot otomatis di aplikasi Telegram dengan format pesan tertentu, tergantung dari lokasi operasional mereka di Bali.
“Uniknya, kurirnya sudah membuat zona-zona di Bali. Misalnya di daerah Sanur, Kuta, format pesannya berbeda. Bayangkan penjahat dari luar membagi wilayah operasionalnya menjadi zona-zona seperti itu,” katanya.
Menurut Kepala BNN, ketertarikan para mafia narkoba terhadap Bali disebabkan oleh posisinya sebagai destinasi wisata internasional dan potensi pasar narkotika yang besar.
Hal ini terbukti dari ditemukannya laboratorium narkoba dan kebun ganja dalam ruangan yang pernah diungkap BNN bersama Mabes Polri.
Indonesia sendiri, lanjut Marthinus, tengah menghadapi ancaman peredaran narkoba dari dua poros besar dunia, yaitu *Golden Triangle* (Myanmar, Laos, Thailand) dan *Golden Crescent* (Iran, Afghanistan, Pakistan). Kedua jaringan ini kerap menyusupkan narkoba ke Indonesia melalui jalur laut.
Tak hanya itu, Marthinus juga mengungkap bahwa kartel narkoba Sinaloa asal Meksiko mulai menunjukkan perkembangan aktivitasnya di Bali, yang menambah daftar panjang tantangan Indonesia dalam memerangi peredaran narkotika global.
