BIMATA.ID, Jakarta – Menteri Luar Negeri Sugiono memperingatkan bahwa Israel yang tampak lolos dari jeratan hukum internasional dapat menjadi contoh buruk bagi negara atau aktor lain untuk melakukan pelanggaran serupa.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam rapat bersama Komisi I DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (30/06).
Sugiono menilai kondisi geopolitik global saat ini mendorong negara-negara untuk lebih mengutamakan sistem *survivability* atau kemampuan bertahan hidup, dibanding kolaborasi dan kerja sama internasional yang selama ini menjadi fondasi tatanan dunia.
“Mungkin negara-negara lain berani juga mencoba melanggar hukum-hukum internasional dengan kedok mengamankan kepentingan nasionalnya,” ujar Sugiono.
Ia mengungkapkan bahwa berbagai peristiwa di kawasan Timur Tengah telah mengikis kepercayaan terhadap sistem hukum internasional dan melemahkan prinsip multilateralisme.
Padahal, sejak Perang Dunia II, tatanan dunia internasional dibangun atas harapan terciptanya stabilitas global.
Menurut Menlu, Timur Tengah saat ini berada di titik krisis yang rawan memicu ketegangan yang lebih luas, jika tidak segera dikelola dengan baik dan bijaksana.
Situasi tersebut dapat memicu eskalasi konflik di kawasan lain.
“Konflik yang berkepanjangan di Timur Tengah bisa membuka ruang bagi konflik terbuka di belahan dunia lain, termasuk di kawasan Indo-Pasifik yang strategis,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa dalam era keterkaitan global saat ini, sebuah konflik lokal dapat berdampak luas dan cepat terhadap kondisi negara-negara di seluruh dunia.
Oleh karena itu, menjaga perdamaian harus menjadi tanggung jawab kolektif komunitas internasional.
Meski demikian, Sugiono tetap berharap agar konflik yang terjadi di Timur Tengah tidak diikuti oleh konflik-konflik serupa di wilayah lain.
Namun ia mengakui, tidak ada jaminan bahwa eskalasi seperti itu tidak akan terulang.
Untuk itu, ia menegaskan bahwa sikap Indonesia tetap konsisten mendorong penyelesaian melalui jalur politik dan diplomasi.
“Republik Indonesia terus menyalurkan aspirasi untuk menurunkan eskalasi dan kembali ke langkah politik diplomasi dengan mengedepankan kebijaksanaan,” pungkasnya.
