FinTechBerita

Konflik Iran-Israel Menyusup Dunia Kripto, Peretasan Nobitex Sarat Pesan Politik

Bimata, Jakarta – Peretasan terhadap bursa kripto Nobitex di Iran menyisakan lebih dari sekadar kerugian finansial. Di balik hilangnya dana senilai lebih dari Rp1,3 triliun, para pelaku justru meninggalkan jejak digital yang sarat pesan politis—mengubah insiden ini menjadi bagian dari ketegangan yang lebih luas antara Iran dan Israel.

Hacker yang mengaku bertanggung jawab adalah Gonjeshke Darande, kelompok siber pro-Israel yang sebelumnya juga dikaitkan dengan serangan terhadap infrastruktur penting di Iran. Namun dalam kasus Nobitex, mereka tidak hanya mencuri aset digital, tapi juga menyisipkan alamat dompet (wallet) dengan nama-nama yang terang-terangan menyindir bahkan menghina pihak Iran.

Beberapa alamat yang ditemukan oleh peneliti blockchain mencakup:

  • TKFuckiRGCTerroristsNoBiTEXy2r7mNX

  • 1FuckiRGCTerroristsNoBiTEXXXaAovLX

  • 0xffFFfFFffFFffFfFffFFfFfFfFFFFfFfFFFFDead

  • DFuckiRGCTerroristsNoBiTEXXXWLW65t

Nama-nama tersebut menyiratkan pesan yang jelas dan tajam terhadap Garda Revolusi Iran (IRGC), yang selama ini dianggap sebagai kekuatan militer paling berpengaruh di Iran dan kerap dituduh terlibat dalam konflik di kawasan Timur Tengah.

“Ini bukan hanya soal uang,” tulis seorang pengguna di media sosial yang menanggapi laporan peretasan ini. “Ada pesan jelas dari pihak luar yang menunjukkan bahwa bahkan dunia kripto tak bisa lepas dari pertarungan ideologis.”

Penelusuran lebih lanjut dari analis independen ZachXBT mengungkap bahwa dana dicuri melalui akses ke hot wallet dan ditransfer bertahap menggunakan kecepatan transaksi jaringan Tron, Bitcoin, Dogecoin, serta jaringan berbasis EVM seperti Ethereum. Teknik ini tampaknya dirancang agar sulit terdeteksi dalam waktu singkat.

Nobitex sendiri, dalam pernyataan resminya, menyebut akan menanggung seluruh kerugian pengguna melalui dana cadangan dan asuransi internal. Meski demikian, akses ke platform mereka saat ini ditutup sementara, dan banyak pengguna menyatakan kekhawatiran karena belum bisa menarik aset mereka.

Di tengah peristiwa ini, pemerintah Iran juga dikabarkan memperketat pengawasan internet nasional. Laporan dari NetBlocks menunjukkan penurunan drastis trafik internet sejak Rabu malam, sementara Cloudflare juga mencatat adanya gangguan yang meluas. Pemerintah menyebut langkah itu sebagai upaya mencegah penyalahgunaan oleh “musuh”.

Serangan ini menambah panjang daftar perang siber yang melibatkan dua negara yang sejak lama berada dalam tensi tinggi. Bila sebelumnya medan konflik berupa instalasi nuklir dan fasilitas energi, kini giliran dunia digital dan kripto yang menjadi sasaran.

Related Articles

Bimata