
BIMATA.ID, Jakarta – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, menyerukan agar izin pengelolaan hutan yang diberikan kepada perusahaan di Pulau Sipora, Kepulauan Mentawai, ditinjau ulang. Menurutnya, rencana tersebut dikhawatirkan akan membawa dampak buruk terhadap ekosistem dan kehidupan masyarakat adat setempat.
“Kita tahu luas Pulau Sipora itu luasnya 615,18 km² dan termasuk dalam kategori pulau kecil. Sepertiganya atau sekitar 20 ribu hektare sedang diusulkan untuk izin pengelolaan hutan. Ini bisa berdampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat adat,” ujar Alex dalam keterangan saat kunjungan kerja di Padang, Sumatera Barat, Senin (23/6/2025).
Dalam masa reses ini, Komisi IV DPR melakukan kunjungan ke sejumlah wilayah di Sumbar untuk memantau persoalan lingkungan. Alex menyoroti bahwa Pulau Sipora tidak memiliki kawasan pegunungan, sehingga hutan menjadi satu-satunya sumber air bersih bagi penduduknya.
“Jika kelestarian hutan terganggu, maka sumber air bersih bagi masyarakat akan berkurang bahkan bisa menghilang. Ini akan memberikan efek buruk bagi kehidupan masyarakat,” tegasnya, memperingatkan potensi krisis air yang bisa muncul.
Tak hanya itu, ia juga menambahkan bahwa pengurangan luas kawasan hutan berpotensi menimbulkan bencana alam seperti banjir dan longsor, yang tentunya akan menambah beban masyarakat lokal. “Berkurangnya lahan hutan juga berpotensi mengakibatkan bencana banjir dan tanah longsor yang bisa lebih memperburuk kehidupan masyarakat Mentawai,” sambung Alex.
Baca Juga: Wamenkop: Presiden Prabowo Lanjutkan Warisan Margono Lewat Program Koperasi Merah Putih
Dengan pertimbangan tersebut, Komisi IV DPR RI secara resmi meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengevaluasi kembali rencana pemberian izin kepada perusahaan yang akan mengelola hutan di wilayah Mentawai. “Karena itu, kita dari Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Kehutanan untuk meninjau kembali rencana pemberian izin pengelolaan hutan bagi perusahaan di Mentawai,” pungkasnya.
Isu ini juga turut menjadi perhatian Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar. Mereka mengkritisi izin yang diberikan kepada PT Sumber Permata Sipora (PT SPS) yang mendapatkan hak pengelolaan hutan seluas 20.706 hektare melalui skema Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH). Izin tersebut dikeluarkan pada 2023 oleh BKPM atas nama Menteri LHK dengan nomor 28032311111309002.
Koalisi menilai izin tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, karena Pulau Sipora termasuk dalam kategori pulau kecil yang seharusnya dilindungi dan diprioritaskan untuk konservasi, bukan eksploitasi.
Simak Juga: Saat Dua Pemimpin Saling Menguatkan: Ucapan Prabowo untuk Jokowi




