
BIMATA.ID, Jakarta – Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 mengenai Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dinilai menjadi langkah strategis dalam merapikan kembali pengelolaan sektor hulu industri kelapa sawit. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyampaikan bahwa kebijakan ini bukan hanya menyentuh aspek legalitas, tetapi juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang sehat dan berkelanjutan.
Dalam sebuah diskusi publik bertema “Menakar Kebijakan Industri Sawit Menuju Indonesia Emas 2045”, Harli menjelaskan bahwa kehadiran Satgas PKH justru memperkuat posisi hukum para pelaku usaha. “Kalau ada yang mengatakan investor takut, saya justru mengatakan sebaliknya. Dengan penataan ini, kepastian hukum menjadi lebih jelas. Ini demi kepentingan bersama dan menunjukkan keseriusan negara dalam memperbaiki sektor hulu industri sawit,” ujarnya dalam tayangan yang diunggah kanal YouTube Tempo Impresario, Senin (16/6).
Menurut Harli, pengawasan terhadap penguasaan lahan sawit yang dilakukan oleh Satgas PKH harus dipandang sebagai bentuk perlindungan terhadap investasi yang bertanggung jawab. Ia menyatakan, “Kehadiran Satgas PKH semestinya dipandang positif oleh investor. Karena (orang) tidak bisa berbuat yang aneh-aneh. Tujuan investasi itu keuntungan, tetapi orang mau investasi sawit itu mesti main mata. Sekarang gak perlu main mata. Yang perlu investasi ada, perizinan lengkap, legalitas baik. Silakan berusaha, itu yang mau kita tegakkan.”
Baca Juga: Prabowo dan PM Singapura Hadiri Peluncuran Kerja Sama Energi Hijau di Parliament House
Harli mencontohkan beberapa kasus yang menunjukkan lemahnya penguasaan negara terhadap lahan, seperti kasus penguasaan lahan seluas 48.000 hektare di Sumatera Utara yang telah diputuskan pengadilan sejak 2009 namun belum dikuasai kembali oleh negara. Selain itu, ia menyinggung penyusutan luas kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dari 120.000 hektare menjadi hanya 24.000 hektare sebagai akibat lemahnya pengawasan terhadap konversi lahan ilegal.
Meski begitu, Harli menyambut baik berbagai pandangan dari kalangan akademisi dan masyarakat sipil yang menyoroti perlunya peningkatan transparansi dalam pelaksanaan kebijakan PKH. Ia mengungkapkan pentingnya penguatan mekanisme kerja Satgas. “Memang harus ada perbaikan di hulu. Nanti, setelah pengembalian aset, akan ada tim pengelolaan dan komersialisasi yang bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan. Mereka akan mengkaji apakah kawasan tersebut tetap menjadi hutan atau dapat dialihfungsikan untuk perkebunan sawit,” paparnya.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa pendekatan yang dilakukan pemerintah lewat PKH adalah bentuk tanggung jawab negara untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan lingkungan dan produktivitas ekonomi. Ia berharap langkah ini menjadi solusi mengatasi konflik lahan yang selama ini kerap terjadi. “Jangan dibalik, adanya Satgas PKH menjadi momok ketakutan. Kita sangat hati-hati. Hal kecil kita pertimbangkan makanya ada 12 lembaga yang terlibat. Ini akan semakin bersih, disitulah Indonesia Emas 2045. Memang perlu ada perbaikan di hulu, memang iya. Saya yakin tidak ada investor yang ingin bermasalah dan berhadapan dengan hukum,” tandasnya.
Simak Juga: Wujudkan Swasembada Pangan, Legislator Gerindra Serahkan Bantuan Alsintan di Cianjur




