Gawat Darurat Harus Cepat dan Aman, BPJS Pamekasan Gandeng Faskes Terapkan Zero Delay

BIMATA.ID, Jawa Timur – Dalam rangka meningkatkan mutu layanan kesehatan, BPJS Kesehatan Cabang Pamekasan mengimbau seluruh fasilitas kesehatan (faskes) di daerah tersebut agar mengadopsi pola penanganan zero delay dalam setiap kasus kegawatdaruratan. Langkah ini dianggap krusial demi menekan angka kematian dan memberikan pertolongan cepat kepada pasien dalam kondisi kritis.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Pamekasan, Nuzuludin Hasan, menekankan bahwa pelayanan cepat dan tepat merupakan bagian dari tanggung jawab institusinya. “Ini penting dilakukan sebagai bentuk komitmen dalam berupaya meningkatkan pelayanan yang cepat dan tepat,” ucap Nuzuludin saat kegiatan media gathering di Pamekasan, Senin (23/6).

Ia menambahkan, sinergi dengan seluruh fasilitas layanan kesehatan yang telah bermitra dengan BPJS Kesehatan, baik di tingkat primer maupun rujukan lanjutan, harus terus diperkuat guna menyamakan pemahaman dalam penanganan kasus darurat.

Dalam forum bertajuk “Kegawatdaruratan JKN yang Cepat, Tepat dengan Konsep Patient Safety”, Nuzuludin menyampaikan pentingnya penyamaan persepsi terkait pasien gawat darurat agar tidak terjadi penundaan layanan. “Layanan prima bagi pasien harus diprioritaskan, karena itu perlu adanya kesepahaman tentang pola dan persepsi masyarakat tentang pasien dalam kondisi darurat,” ujarnya.

Kepala Bidang Medik dan Keperawatan RSD Mohammad Noer, Andy Eka Bachtiar, juga memberikan pandangannya bahwa layanan gawat darurat merupakan titik kritis dalam keseluruhan sistem kesehatan. Ia menyebut bahwa keberhasilan penyelamatan pasien sangat bergantung pada kecepatan intervensi medis.

“Dalam konteks Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), prinsip ‘Zero Delay in Emergency Response’ menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa pasien gawat darurat mendapatkan penanganan segera, tanpa hambatan administratif maupun teknis,” kata Andy menegaskan.

Namun, menurutnya, kecepatan penanganan tidak cukup jika tidak disertai perhatian terhadap risiko yang mungkin muncul. “Penanganan yang cepat harus dibarengi dengan penerapan prinsip ‘patient safety’ agar tidak menimbulkan risiko baru bagi pasien,” jelasnya.

Baca Juga: Rapat Strategis di Hambalang, Prabowo Ingin Pemerintah Tangguh di Tengah Krisis Global

Ia menggarisbawahi pentingnya edukasi luas kepada masyarakat dan media, terutama terkait definisi kegawatdaruratan dalam JKN. “Karena itu, perlu adanya edukasi kepada media dan masyarakat mengenai definisi kegawatdaruratan dalam sistem JKN serta pentingnya pelayanan tanpa penundaan,” tambahnya.

Andy juga menyoroti perlunya peran aktif rumah sakit dalam menjamin kecepatan dan ketepatan penanganan gawat darurat. “Selain itu, penjelasan secara detail tentang peran strategis rumah sakit dalam menjamin ‘emergency responsiveness’ yang cepat dan tepat dengan tetap mengedepankan prinsip patient safety juga harus dilakukan,” paparnya.

Tak kalah penting, menurutnya, adalah membangun pemahaman publik yang positif terhadap prosedur rujukan dan sistem layanan darurat JKN. “Selanjutnya, juga diperlukan adanya upaya untuk membangun persepsi publik yang positif terhadap sistem rujukan, mekanisme klaim, dan alur pelayanan gawat darurat JKN,” tandasnya.

Ia pun mengingatkan bahwa kerja sama antara lembaga, fasilitas kesehatan, dan media perlu diperkuat agar masyarakat percaya pada sistem yang ada. “Yang juga tidak kalah penting adalah memperkuat sinergi antara BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan, dan media sebagai mitra strategis dalam membangun kepercayaan masyarakat,” katanya.

Lebih lanjut, Andy menyampaikan bahwa saat ini BPJS bersama penyedia layanan kesehatan telah menyusun daftar penyakit yang dapat ditangani di faskes tingkat pertama. “BPJS dan para pengelola fasilitas kesehatan sebenarnya telah menentukan 144 jenis penyakit yang harus diagnosis di faskes tingkat pertama,” ucapnya.

Penyakit-penyakit tersebut mencakup berbagai sistem tubuh, mulai dari saraf, pencernaan, hingga gangguan psikiatri. “Ke 144 jenis penyakit itu di antaranya terkait sistem syaraf, indera, psikiatri, sistem respirasi, kardiovaskular, saluran pencernaan, sistem ginjal, saluran kemih, sistem reproduksi, endokrim, metalobis dan nutrisi, himatologi, forensik dan medikolegal,” paparnya.

Ia menjelaskan bahwa ketentuan tersebut sudah memiliki dasar hukum kuat, termasuk dalam aturan terkini dari Kementerian Kesehatan. “Ketentuan itu merujuk pada Permenkes RI No. 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, serta Kepmenkes RI No.HK.01.07/Menkes/1186/2022 tentang Panduan Praktek Klinik Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama yang telah diperbaharui menjadi Kepmenkes RI No. HK.01.07/MENKES/1936/2022,” jelasnya lagi.

Jika layanan diagnosa awal dapat optimal di tingkat puskesmas atau faskes pertama, maka proses rujukan ke rumah sakit pun menjadi lebih cepat. “Jika ke 144 jenis penyakit tersebut bisa diagnosa di faskes tingkat pertama, yakni puskesmas, maka akan sangat membantu dalam mempercepat pelayanan kedaruratan di faskes lanjutan, yakni di rumah sakit,” katanya.

Ia pun mengakhiri dengan menekankan pentingnya pemahaman bersama semua pihak untuk mendukung keberhasilan penerapan zero delay. “Karena itu, sosialisasi tentang kedaruratan ini menjadi penting agar semua pihak bisa memahami dan secara otomatis tentu zero delay dalam penanganan penyakit darurat bisa terlaksana sesuai harapan,” pungkasnya.

Simak Juga: Saat Dua Pemimpin Saling Menguatkan: Ucapan Prabowo untuk Jokowi

Exit mobile version