BGN Siapkan Sistem Digital Raksasa untuk Awasi Program Makan Bergizi Nasional

BIMATA.ID, Jakarta – Badan Gizi Nasional (BGN) tengah menyiapkan sistem digital berskala besar untuk memantau pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di seluruh Indonesia.
Sistem ini dirancang untuk menjawab tantangan pengawasan terhadap jutaan penerima dan puluhan ribu dapur penyedia makanan bergizi.
Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN, Tigor Pangaribuan, menekankan bahwa digitalisasi merupakan solusi krusial dalam menghadapi kompleksitas dan skala program MBG.
“Bayangkan, kita harus memonitor pemberian makanan di 30.000 dapur dan menjangkau 82,9 juta penerima sasaran di seluruh Indonesia. Kalau tidak pakai sistem digital yang benar-benar bagus, akan sangat sulit,” kata Tigor.
Tigor menjelaskan bahwa sistem digital tersebut akan memantau seluruh rantai aktivitas pelaksanaan MBG, mulai dari proses produksi, pengemasan, pengiriman, hingga distribusi makanan ke penerima manfaat.
Semua tahapan akan dikontrol secara real-time untuk menjamin kualitas dan ketepatan waktu.
“Jadi, semua itu memang dipikirkan dan dipertimbangkan, bagaimana supaya makanan disajikan tepat sasaran dalam kondisi baik, dengan waktu yang pas juga. Karena dari proses memasak sampai pengantaran itu juga harus dihitung,” terangnya.
Menurutnya, sistem digital yang tengah dikembangkan akan dirancang untuk menangani volume data sangat besar dan aktivitas operasional yang sangat dinamis.
Oleh karena itu, BGN menggandeng mitra teknologi yang kompeten untuk memastikan sistem tidak mengalami kegagalan teknis.
“Kami butuh perusahaan teknologi yang benar-benar kompeten. Jangan sampai bilang bisa, tapi sistemnya crash karena datanya besar sekali,” jelasnya.
Data dan pemetaan sebaran penerima manfaat menjadi landasan utama dalam strategi distribusi makanan.
Berdasarkan data BGN, sebaran anak sekolah terbanyak berada di Jawa Barat, disusul Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Hal ini menentukan di mana dapur-dapur MBG harus diprioritaskan dibangun.
“Itu artinya dapur-dapur harus banyak di daerah itu. Sebaliknya, di daerah seperti Kutai Barat, Kalimantan, di mana jangkauan sulit, mungkin satu dapur hanya bisa layani 1.000 anak,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa satu dapur MBG idealnya melayani sekitar 3.000 anak dengan catatan waktu pengantaran tidak lebih dari 30 menit atau radius sekitar 6 kilometer.
“Kalau mengantar sampai satu jam untuk 3.000 anak, makanan bisa basi sebelum semua diantar,” ujar Tigor.
Sebagai perbandingan, Tigor mengungkap bahwa BGN juga belajar dari praktik di negara lain seperti Jepang dan India.
“Waktu kami tinjau di Jepang, mereka juga memperhitungkan jarak dan waktu pengantaran. Di India juga sama, sentral kitchen mereka melayani sesuai dengan radius tertentu,” pungkasnya.




