BeritaHukumNasionalPolitik

Presiden Prabowo: Tantangan Negara Islam Bukan Hanya Palestina, Tapi Juga Korupsi dan Kemiskinan

BIMATA.ID, Jakarta – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menegaskan bahwa tantangan besar yang dihadapi negara-negara Islam tidak hanya soal konflik Palestina, tetapi juga persoalan internal seperti korupsi, kelaparan, dan kemiskinan.

Hal ini ia sampaikan saat membuka Sidang ke-19 Parliamentary Union of OIC Member States (PUIC) di Gedung Parlemen, Jakarta.

Dalam pidatonya, Prabowo menyampaikan bahwa tidak ada negara miskin yang bisa menjadi negara kuat.

Oleh karena itu, menurutnya, pemerintahan yang bersih dan tata kelola yang baik menjadi kunci untuk mencapai kemakmuran dan ketahanan nasional.

“Karena itu, tema pertemuan tahun ini sangat tepat dan strategis,” katanya.

Tema PUIC kali ini adalah *“Good Governance and Strong Institutions as Pillars of Resilience”*, atau tata kelola yang baik dan kelembagaan yang kuat sebagai pilar ketahanan.

Prabowo menekankan bahwa tanpa pemimpin yang jujur dan pejabat yang mengabdi kepada rakyat, maka negara tidak akan memiliki daya tahan maupun daya saing.

Ia juga menyoroti pentingnya institusi yang kuat sebagai penopang kemajuan sebuah bangsa.

Presiden turut mencontohkan Indonesia yang tengah fokus pada berbagai agenda besar, seperti reformasi politik dan birokrasi, pembangunan SDM, swasembada pangan dan energi, serta penguasaan teknologi.

Ia juga menilai, kekuatan bangsa berasal dari kemampuannya menyelesaikan masalah internal terlebih dahulu.

“Kalau kita tidak bisa mengurus bangsa kita sendiri, bagaimana kita mau membantu umat yang sedang kesusahan? Kalau kita lemah, bahkan suara kita untuk Palestina pun tak akan didengar,” tegas Presiden.

Dalam forum tersebut, Prabowo juga membagikan hasil perbincangannya dengan Sultan Hassanal Bolkiah dari Brunei Darussalam.

Keduanya sepakat bahwa dunia Islam memiliki potensi besar untuk menjadi solusi perdamaian dunia, karena esensi Islam adalah kasih sayang dan perdamaian.

Namun, ia mengingatkan bahwa niat baik tidak cukup jika negara-negara Islam masih dalam posisi lemah.
“Kalau kita lemah, ada pihak-pihak yang mungkin ingin menjajah kita kembali. Kita bisa dijadikan pion, budak, bahkan kacung,” pungkasnya.

Related Articles

Bimata