
BIMATA.ID, Jakarta – Wakil Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Wamen UMKM), Helvi Moraza menyebut salah satu tantangan yang tengah dihadapi oleh para pengusaha UMKM adalah akses pembiayaan.
“Saat ini, tantangan dalam akses pembiayaan menjadi kendala besar. Sebanyak 69,5 persen UMKM belum mampu mengakses kredit perbankan,” kata Wamen Helvi saat memberikan sambutan pada acara PMII Economic Forum 2025: Era Baru Perekonomian Nasional, Menggerakkan Pertumbuhan 8 Persen di Jakarta, pada Jumat (23/05/2025).
Menurutnya, ada beberapa faktor penyebabnya mulai dari status Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang hingga saat ini belum memadai, seperti kurangnya agunan, hingga tingginya suku bunga kredit yang tak bersahabat untuk para usaha mikro kecil.
Baca juga: Presiden Prabowo Siapkan Enam Insentif Ekonomi Dorong Daya Beli Kuartal II-2025
“Padahal, 43,1 persen UMKM masih menyatakan membutuhkan kredit untuk ekspansi dan peningkatan produktivitas,” ujarnya.
Berdasarkan Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) pada Januari 2025 yang dirilis oleh Bank Indonesia, pada Desember 2024 rasio kredit UMKM baru mencapai 19,84 persen atau Rp1.592 triliun dari total kredit perbankan Rp8.024 triliun.
“Sementara dalam kajian Ernst & Young tahun 2023, kebutuhan pembiayaan UMKM diproyeksikan akan mencapai Rp4.300 triliun pada 2026, sementara ketersediaannya hanya Rp1.900 triliun. Artinya, terdapat kesenjangan pembiayaan yang cukup besar,” katanya.
Lihat juga: Presiden Prabowo Hadiri Sidang Pleno KTT ke-46 ASEAN
Oleh karena itu, Pemerintah menargetkan penyaluran KUR 2025 mencapai Rp300 triliun. Di mana 60 persen penyaluran ditargetkan untuk sektor produksi, dengan jumlah debitur baru mencapai 2,34 juta dan debitur graduasi mencapai 1,17 juta.
“Kementerian UMKM terus mendorong optimalisasi penyaluran kredit perbankan kepada pelaku UMKM. Penyaluran KUR tidak hanya berorientasi pada peningkatan jumlah debitur, tetapi juga pada peningkatan kualitasnya,” katanya.
Selain itu, Kementerian UMKM juga akan terus memperkuat peran perbankan dan lembaga keuangan, untuk menggenjot pembiayaan produktif terutamanya untuk UMKM.
Simak juga: 35 Tahun di Perantauan, WNI Asal Lampung Menangis Haru Bertemu Presiden Prabowo
“Bank Himbara, Bank Pembangunan Daerah, hingga Lembaga Keuangan Mikro akan dioptimalkan melalui integrasi data dan reformasi pembiayaan berbasis risiko yang lebih akurat dan adil,” jelasnya.
Maka dari itu, Pemerintah juga telah menghadirkan berbagai instrumen kebijakan untuk mendukung sektor UMKM, seperti PP 7/2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan UMKM, serta PP 47/2024 tentang Penghapusan Piutang Macet.




