
BIMATA.ID, Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa Indonesia bukanlah kelinci percobaan dalam pengembangan vaksin Tuberkulosis (TBC).
Ia menyatakan bahwa Indonesia justru berperan penting dalam upaya global menyelamatkan jutaan nyawa dari penyakit menular mematikan ini.
“Ini supaya mengedukasi masyarakat juga, bahwa ini bukan seperti kelinci percobaan. Itu pengaruh yang sengaja disebarkan agar orang tidak mau divaksin. Padahal akibatnya bisa fatal — bisa meninggal 100 ribu orang karena termakan isu-isu seperti itu,” kata Budi.
Menkes menjelaskan bahwa vaksin TBC yang tengah diuji saat ini merupakan hasil riset para ilmuwan Indonesia dari Fakultas Kedokteran UI dan Universitas Padjadjaran.
Uji klinis tahap 3 ini melibatkan lebih dari 2.000 partisipan sejak akhir 2024, dengan standar pengawasan internasional yang ketat.
“Vaksin itu ada tahapan uji coba: tahap 1, 2, dan 3. Trial 1 untuk keamanan, sudah selesai. Sekarang trial 3 untuk melihat efektivitas. Ini semua saintifik, bukan hoaks atau gosip,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa vaksin telah terbukti menyelamatkan jutaan jiwa, seperti yang terjadi pada saat pandemi Covid-19.
“Covid turun bukan karena pengobatan, tapi vaksin. Orang yang menolak vaksin karena hoaks justru membahayakan masyarakat,” ucapnya.
TBC, menurutnya, masih menjadi penyebab kematian terbesar dari penyakit menular di dunia, termasuk di Indonesia.
“Setiap tahun 125 ribu orang Indonesia meninggal karena TBC. Kita bicara lima menit saja, sudah ada sepuluh orang yang meninggal,” tambahnya.
Budi menjelaskan bahwa partisipasi Indonesia dalam uji klinis ini juga membuka peluang produksi vaksin dalam negeri melalui Bio Farma.
“Kalau berhasil, kita bisa jadi negara prioritas produksi. Ini untuk kita dan dunia,” katanya.
Ia juga membantah isu soal adanya pabrik vaksin di Singapura, dan menyebut kabar itu sebagai hoaks.
Pemerintah menargetkan vaksin TBC dapat dimasukkan ke dalam program nasional sebelum tahun 2029.
“Kalau sudah terbukti aman dan efektif, tentu akan kami masukkan. Ini penyakit yang lebih mematikan dari malaria,” tutup Menkes.




