Tina Wiryawati: Sumber Daya Kelautan Miliki Peluang Dongkrak PAD

BIMATA.ID, JABAR- Indonesia telah mengembangkan sistem wilayah pengelolaan perikanan sebagai struktur bagi pengambilan keputusan penting, terkait tingkat panen untuk sektor perikanan.

Kondisi faktual tersebut, secara konseptual sistem ini baik. Namun dalam pelaksanaannya tetap membutuhkan anggaran, sumber daya manusia, dan rencana pengelolaan untuk mencegah berkurangnya stok ikan, termasuk memastikan batas panen yang jelas berdasarkan sains dan data yang memadai.

Hak yang perlu dilakukan, harus ada upaya kreatif dan inovatif untuk memberdayakan potensi laut Jawa Barat, bukan hanya hasil laut, dimana upaya tersebut agar pembangunan di bidang kelautan dapat memberikan manfaat secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat.

BACA JUGA: Presiden Prabowo Arahkan Pimpinan BUMN dalam Town Hall Danantara Indonesia 2025

Hak tersebut, diungkapkan Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jawa Barat, Hj. Tina Wiryawati, SH, MM dalam keterangannya kepada media baru-baru ini. Menurut Tina, kini sudah saatnya perencanaan pembangunan kelautan Indonesia mengoptimalkan pembangunan yang berbasis ekonomi biru (blue economy), yang dulu pernah digembor-gemborkan.

“Dengan Blue economy, diharapkan mampu menyelaraskan kepentingan sosial-ekonomi dan ekologi. Sehingga pemanfaatan sumber daya kelautan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan,” kata Tina Wiryawati,

Indonesia, sambung Tina dapat menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan perikanan yang “berbasis hak”, yang menopang praktik-praktik terbaik di sektor perikanan di dunia. Dalam sistem ini, pemerintah memberikan hak panen kepada masyarakat yang tinggal di kawasan pantai atau memberikan hak panen kepada perusahaan, hingga jumlah tertentu dalam batas panen.

“Tentunya dengan pengaturan seperti ini, menjadikan para nelayan sebagai salah satu pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan perikanan. Mendorong pengelolaan yang baik, dan meningkatkan produktivitas,” jelas Tina.

BACA JUGA: Presiden Prabowo Tegaskan Para Dirut BUMN di Rapat Danantara: Salahgunakan Fasilitas dan Kewenangan, Ganti!

Indonesia, tambah Tina juga dapat melengkapi target restorasi mangrove dengan kegiatan konservasi yang lebih kuat. Kegiatan restorasi perlu dilengkapi dengan langkah-langkah untuk mengurangi dan pada akhirnya dapat menghentikan kehilangan hutan mangrove alami.

Perluasan moratorium konversi hutan primer yang juga meliputi mangrove akan sangat bermanfaat. Indonesia dapat mulai merancang diterapkannya pembayaran berbasis hasil untuk karbon yang tersimpan dalam biomassa dan tanah dari hutan mangrove yang luas.

Tina, dalam keterangannya memaparkan dengan potensi tersebut serta dalam proses pengelolaannya harus memberikan manfaat khususnya bagi masyarakat pesisir.

Hal yang perlu direalisasikan, diantaranya pemberian insentif bagi pengelolaan mangrove yang berkelanjutan.
peningkatan layanan dasar dan infrastruktur dasar dalam pengumpulan sampah, layanan air, dan pembuangan limbah diperlukan untuk mengelola dampak lingkungan terhadap daerah pesisir, meningkatkan layanan dasar dan kualitas hidup masyarakat pesisir serta melindungi destinasi wisata dari kerusakan.

Sementara itu, sambung Tina untuk investasi yang dibutuhkan tentunya akan sangat besar. Namun, pengalaman di tingkat global menunjukkan, bahwa potensi imbal hasil yang diperoleh dari pembangunan infrastruktur seperti ini sangat tinggi.

BACA JUGA: Bertemu Presiden Prabowo, Para Pengusaha Korea Apresiasi Keterbukaan Pemerintah Indonesia

Di sisi lain , infrastruktur semata tidak dapat mengatasi masalah sampah. Dalam jangka panjang, ekonomi biru Indonesia akan membutuhkan ekonomi sirkular yang mengurangi sampah sejak awal.

Sistem pengelolaan kunci — seperti rencana tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan perikanan — dapat diuji dan diterapkan saat ini, ketika tekanan sedang berkurang. Konteks tersebut juga memberikan pemerintah waktu untuk mengatasi berbagai tantangan.

Paket pemulihan ekonomi dapat dikembangkan untuk membuka lapangan pekerjaan, seraya memperkuat ketahanan pesisir. Antara lain melalui aktivitas restorasi pesisir dan laut yang bersifat padat karya. Seperti restorasi mangrove dan pembersihan pantai di daerah yang sangat bergantung kepada sektor pariwisata, dan investasi pada infrastruktur desa yang dibutuhkan.

“Konsep ini mengingatkan kita, bahwa potensi ekonomi biru Indonesia bukanlah sekadar jargon semata. Tapi merupakan serangkaian langkah nyata yang dapat ditempuh dengan kapasitas dan target yang ingin dicapai oleh Indonesia. Dan Jawa Barat harus menangkap potensi dan peluang ini,” tutup Tina.

BACA JUGA: Presiden Prabowo Bangga Indonesia Kini Mampu Ekspor Pangan ke Negara Lain

Exit mobile version