BeritaEkonomiNasional

Menang di Tengah Gejolak, IHSG Bangkit Bukti Kekuatan Fondasi Ekonomi Nasional

BIMATA.ID, Jakarta – Perang dagang global adalah persaingan ekonomi antara negara besar yang melibatkan peningkatan tarif dan pembatasan perdagangan untuk melindungi industri domestik. Contoh utama adalah konflik perdagangan antara Amerika Serikat dan China, yang saling menaikkan tarif impor. Tujuan perang dagang umumnya untuk memperbaiki neraca perdagangan atau mengurangi ketergantungan, namun dampaknya bisa merugikan ekonomi global, mengganggu rantai pasokan, dan menaikkan harga barang.

Di tengah situasi global yang tidak menentu tersebut, sejak awal tahun 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami fluktuasi signifikan. Pada periode 2 Januari hingga 27 Februari 2025, IHSG melemah 9,46%, dari level 7.163,21 ke 6.485,45. Penurunan ini dipengaruhi oleh keluarnya modal asing, ketegangan perdagangan global, dan kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi.

Namun, memasuki pertengahan April, IHSG mulai menunjukkan pemulihan. Pada 14–17 April 2025, indeks naik 2,81% ke posisi 6.483,26, didorong oleh data makroekonomi positif, termasuk cadangan devisa Indonesia yang mencapai USD 157 miliar. Penguatan ini berlanjut hingga 23 April 2025, dengan IHSG ditutup menguat 1,47% ke level 6.634,38.

Kenaikan tersebut mencerminkan optimisme investor terhadap stabilitas ekonomi dan politik Indonesia, serta meredanya ketegangan perdagangan global. Meski demikian, pelaku pasar tetap perlu mewaspadai potensi volatilitas akibat dinamika eksternal dan kebijakan moneter global.

Baca Juga: Andre Rosiade: Enam Bulan Pemerintahan Presiden Prabowo Berhasil Capai Swasembada Pangan

Menariknya, IHSG tercatat sebagai indeks saham dengan pemulihan tercepat di dunia pada tahun 2025. Setelah mengalami penurunan tajam akibat kebijakan tarif resiprokal AS, IHSG berhasil bangkit dengan mencatat kenaikan 10,62% dari titik terendahnya pada 9 April hingga penutupan perdagangan 23 April. Pemulihan ini menjadikan IHSG satu-satunya indeks saham di kawasan Asia-Pasifik yang mengalami penguatan dalam periode tersebut.

Keberhasilan ini tidak lepas dari berbagai faktor pendorong, seperti intervensi Bank Indonesia dalam menstabilkan nilai tukar rupiah, kebijakan pemerintah yang pro-pasar, serta kinerja positif emiten dalam laporan keuangan kuartal I-2025. Kendati demikian, kewaspadaan tetap diperlukan mengingat dinamika global yang terus berubah.

Selain strategi pasar, program swasembada pangan juga berperan penting dalam memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Dengan mengurangi ketergantungan pada impor, Indonesia menjadi lebih tahan terhadap gejolak harga global dan krisis pasokan. Program ini turut meningkatkan produktivitas pertanian, membuka lapangan kerja, serta memperkuat daya beli masyarakat. Stabilitas pangan yang terjaga menjadi pondasi utama bagi kestabilan ekonomi jangka panjang.

Pada akhirnya, keberhasilan strategi Presiden Prabowo yang menitikberatkan pada penguatan fondasi ekonomi nasional seperti ketahanan pangan, hilirisasi industri, dan stabilitas fiskal telah menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan pasar. Hal ini tercermin dari meningkatnya IHSG dan kemampuan Indonesia bertahan di tengah tekanan perang dagang global. Pendekatan yang berfokus pada kekuatan domestik terbukti efektif menjaga stabilitas, bahkan membawa Indonesia tumbuh saat negara lain masih tertekan.

Simak Juga: Legislator Gerindra Rahayu Saraswati Dorong RUU Kepariwisataan Berbasis Budaya dan Berkelanjutan

Related Articles

Bimata