BeritaNasionalPolitik

Hanya Satu Matahari di Langit Kepemimpinan Indonesia

Sebagai warga negara yang menghargai keutuhan sistem pemerintahan dan stabilitas negara, saya melihat isu mengenai “matahari kembar” yang banyak dibicarakan setelah beberapa menteri Kabinet Prabowo bertemu dengan Presiden Joko Widodo, perlu disikapi dengan bijaksana namun tegas.

Silaturahmi di momen Idul Fitri adalah hal yang sangat mulia dan harus kita pertahankan sebagai budaya luhur bangsa. Bertamu dan bermaafan merupakan wujud dari nilai-nilai Pancasila, terutama sila kedua dan ketiga. Oleh karena itu, kunjungan para menteri ke rumah Presiden Jokowi seharusnya tidak langsung dipandang negatif. Sebagai Presiden sebelumnya, adalah wajar jika masih ada hubungan emosional antara Jokowi dan para pembantunya dahulu. Terlebih lagi, hubungan personal yang baik di antara elite politik dapat menjaga suasana politik nasional tetap sejuk.

Namun demikian, pernyataan beberapa menteri yang tetap menyebut Presiden Jokowi sebagai “bos” secara terbuka tentu menimbulkan tanda tanya di pikiran publik. Di tengah transisi kekuasaan dan awal masa pemerintahan Presiden Prabowo, hal ini bisa disalahartikan oleh masyarakat luas sebagai tanda keraguan dalam garis komando, atau bahkan loyalitas ganda dalam struktur pemerintahan.

Sebagai rakyat biasa, saya menganggap sangat penting bagi jajaran menteri dan pejabat publik untuk menunjukkan loyalitas yang utuh kepada pemimpin yang sah saat ini, yaitu Presiden Prabowo Subianto. Ketegasan, komitmen, dan arah kepemimpinan Prabowo telah diperlihatkan sejak awal, termasuk melalui langkah-langkah diplomasi luar negeri, penegakan hukum tanpa kecuali, hingga pembangunan ekonomi yang mulai menunjukkan hasil. Maka dari itu, tidak seharusnya ada narasi yang justru menimbulkan kesan “matahari kembar”, karena satu matahari saja berat memikul amanah bangsa, apalagi jika terbelah dua.

Saya pribadi sangat menghargai pernyataan dari Ketua DPR RI, Puan Maharani, dan politisi PKS, Mardani Ali Sera, yang menekankan bahwa Presiden Prabowo adalah satu-satunya pemegang komando tertinggi pemerintahan saat ini. Kita perlu menjaga satu garis arah kebijakan, satu kepemimpinan, dan satu komitmen demi kemajuan bangsa yang lebih besar.

Dalam sistem presidensial seperti di Indonesia, posisi Presiden adalah puncak dari piramida kekuasaan eksekutif. Maka setiap pejabat negara di bawahnya, terutama para menteri, harus selalu bersikap tegak lurus dalam loyalitas, baik secara etika politik maupun dalam penyampaian kepada publik.

Silaturahmi tidak boleh dimaknai sebagai panggung loyalitas ganda. Masyarakat ingin melihat kepemimpinan yang kokoh, kabinet yang suara seragam, dan tidak ada celah bagi spekulasi politik yang dapat mengganggu stabilitas pemerintahan.

Saya berharap ke depannya para menteri dan pejabat negara bisa lebih bijaksana dalam bersikap dan berbicara di ruang publik. Silaturahmi harus tetap dijaga, namun loyalitas kepada Presiden yang tengah menjabat juga harus ditunjukkan secara nyata dan konsisten. Kejelasan kepemimpinan adalah syarat mutlak dalam membangun kepercayaan publik.

Saya juga mendoakan semoga Presiden Prabowo Subianto terus diberikan kekuatan, kebijaksanaan, dan kesabaran dalam memimpin Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.

Semoga seluruh kabinetnya juga solid, loyal, dan bekerja dengan penuh integritas dalam membawa bangsa ini keluar dari berbagai tantangan, menuju Indonesia yang adil, sejahtera, dan berdaulat. Aamiin ya Rabbal Alamin.

Related Articles

Bimata