
BIMATA.ID, Jakarta – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, menepis anggapan bahwa pemerintahan Prabowo Subianto akan menghidupkan kembali sistem dwifungsi ABRI dan otoritarianisme. Ia menyatakan bahwa ketakutan tersebut hanya sebatas imajinasi yang tidak berdasar, muncul dari ingatan kolektif masyarakat terhadap masa Orde Baru. Pigai menekankan bahwa pemerintahan saat ini tetap berada dalam kendali sipil, sehingga kemungkinan kembalinya sistem militeristik sangat kecil.
Menurutnya, kekhawatiran yang beredar di masyarakat lebih banyak dipengaruhi oleh bayangan masa lalu daripada realitas saat ini. “Peristiwa yang pernah terjadi, memori-memori pada masa lampau yang terjadi seakan-akan kita menghadirkannya dalam imajinasi setiap orang. Ketakutan mengenai militerisasi akan kembali seperti masa Orde Baru. Saya katakan itu sangat tidak mungkin terjadi karena pemerintah sekarang adalah pemerintahan sipil,” ungkapnya dalam konferensi pers di Gedung Kementerian HAM pada Selasa (11/3). Pigai juga menilai bahwa tuduhan mengenai potensi kembalinya otoritarianisme merupakan sesuatu yang tidak beralasan dan terlalu berlebihan.
Ia menegaskan bahwa pemerintahan Prabowo telah berkomitmen untuk memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia melalui program Asta Cita. Dengan adanya kebijakan ini, ia meyakini bahwa kebebasan sipil akan tetap terjaga dan tidak akan mengalami kemunduran seperti yang dikhawatirkan sebagian pihak. “Terkait dengan isu-isu aktual yang berkembang hari-hari ini, menurut saya tuduhan-tuduhan itu kejam, berlebihan, tidak beralasan dan insinuatif terkait dengan aspek-aspek yang sebenarnya mungkin sudah pernah terjadi di peristiwa-peristiwa pemerintah jauh sebelumnya,” ujarnya.
Baca Juga: Prabowo Pastikan THR ASN Sedang Diatur, Pencairan Ditargetkan Sebelum Lebaran
Sebagai bentuk konkret dalam menjamin demokrasi dan HAM, Pigai menyebut keberadaan Kementerian HAM sebagai langkah maju dalam pemerintahan Prabowo. Ia menekankan bahwa hanya ada empat negara di dunia yang memiliki kementerian khusus untuk HAM, dan Indonesia menjadi salah satunya. “Salah satu wujud nyata meningkatkan demokratisasi dan HAM adalah menghadirkan Kementerian HAM. Indonesia adalah satu dari empat negara di dunia yang punya kementerian HAM. Dalam situasi begini apakah mungkin otoritarianisme? Apakah militerisme? Sangat tidak mungkin,” tegasnya.
Selain itu, Pigai juga menyoroti bahwa lebih dari 30% jajaran wakil menteri dalam kabinet saat ini berasal dari kalangan aktivis reformasi 1998. Ia menilai keberadaan mereka dalam pemerintahan sebagai bukti bahwa nilai-nilai demokrasi tetap dijunjung tinggi. “Mereka adalah kelompok aktivis civil society yang pernah jatuh bangun membangun peradaban demokrasi dan mengantar reformasi. Coba cek hampir semua wamen itu kelompok-kelompok sipil yang jatuh bangun mengantarkan demokrasi seperti yang sekarang dinikmati oleh generasi bangsa ini, menikmati dinamika demokrasi yang luar biasa ini,” katanya. Dengan demikian, Pigai berharap masyarakat dapat melihat kondisi politik saat ini secara lebih objektif tanpa terpengaruh oleh trauma sejarah yang belum tentu relevan dengan situasi pemerintahan saat ini.
Simak Juga: Bertemu Presiden Prabowo, VinFast Bahas Rencana Besar Mobil Listrik di RI