BIMATA.ID, Jakarta – Ramainya kasus pemberhentian karyawan non ASN RRI dan TVRI dengan dalih merupakan bagian dari efisiensi anggaran dinilai merupakan salah satu bentuk kegagalan pejabat negara dalam menyikapi arahan dari Presiden Prabowo.
Pasalnya dalam Inpres No.1 Tahun 2025 secara jelas menyebutkan bahwa identifikasi anggaran sebagaimana dimaksud “Tidak” termasuk belanja pegawai dan Belanja Sosial, artinya sejak awal pemerintah sudah memperhitungkan dengan matang dampak dari efisiensi tersebut. Demikian dikatakan pengamat politik Jajat Nurjaman.
Menurut Jajat, jika dilihat dari kronologisnya instruksi ini bermula disampaikan Presiden Prabowo saat rapat dengan para Menteri, selanjutnya dikukuhkan melalui Inpres No.1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran 2025, sementara itu terjadinya kasus lain yang juga dikaitkan dengan efisiensi anggaran ini patut diduga akibat dua hal, pertama Menteri dan jajarannya gagal paham atas apa yang disampaikan Presiden, kedua ada upaya lain dari pihak yang tidak senang dengan menumpang ombak melalui isu efisiensi tersebut.
Baca juga: Momen Hangat Prabowo dan Erdogan Jalan Bersama Berpegangan Tangan di Istana Bogor
Jajat menambahkan, munculnya istilah raja-raja kecil yang tidak sejalan dengan visi Presiden Prabowo menunjukan bahwa masalah ini berasal dari dalam ruang lingkup pemerintahan itu sendiri, artinya ada kebiasan-kebiasan lama yang sudah mengakar kini merasa terusik dengan gaya kepemimpinan Presiden Prabowo yang lebih mengedepankan kepentingan rakyat, khususnya terkait penggunaan anggaran yang dinilai kurang produktif.
“Efisiensi anggaran merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengoptimalkan penggunaan belanja APBN dan APBD, saya kira masyarakat juga dapat melihat dampak langsung dari kebijakan ini dengan banyaknya program yang dapat dirasakan langsung, sehingga wajar jika kebijakan tersebut mendapatkan dukungan dari masyarakat meskipun di internal pemerintah sendiri masih memerlukan proses adaptasi”, pungkasnya.