BIMATA.ID, Jakarta – Dalam pidato di acara Kamar Dagang Indonesia (KADIN) pada 17 Januari 2025, Presiden Prabowo Subianto optimistis bahwa Indonesia mampu mencapai bahkan melampaui target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen. Menanggapi pernyataan ini, Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) menggelar forum diskusi bertema “Outlook Hukum dan Ekonomi 2025: Hukum Yes, Pertumbuhan Ekonomi Yes! Mungkinkah?” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Senin (20/1).
Ketua Umum Ikadin, Maqdir Ismail, menekankan bahwa reformasi hukum dan kepastian hukum merupakan pondasi utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Ia menyoroti bahwa ketidakpastian hukum selama ini menjadi hambatan besar dalam pembangunan. Sebagai contoh, meskipun investasi di sektor perkebunan meningkat sejak 2020, masalah perizinan lahan yang tidak kunjung selesai sejak 2016 justru merugikan iklim investasi.
Dalam paparannya bertajuk “Ketidakpastian Hukum sebagai Ancaman Pembangunan,” Maqdir juga mengkritisi pendekatan hukum di sektor lingkungan. Ia menjelaskan adanya paradoks dalam penegakan hukum: di satu sisi, negara menerima pajak dari pengusaha perkebunan, tetapi di sisi lain, pengusaha tersebut dipidanakan karena masalah administratif. Menurut Maqdir, akar masalah ini berasal dari lambatnya proses perizinan yang menjadi tanggung jawab negara.
“Tidak sinkronnya sikap Kementerian Investasi yang mendorong investasi dengan penegak hukum yang mengutamakan penyelesaian masalah melalui jalur pidana menjadi kontraproduktif. Padahal, UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya mengedepankan pendekatan administratif. Jika hukum ditegakkan secara adil untuk mendukung kegiatan usaha, saya yakin target pertumbuhan ekonomi dapat tercapai,” ujar Maqdir.
Baca Juga: Mahasiswa Indonesia Ungkap Aspirasi dan Harapan dalam Pertemuan dengan Presiden Prabowo
Ajib Hamdani, Analis Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), juga memberikan pandangannya terkait tantangan investasi di Indonesia. Menurut Ajib, ada tiga kendala utama: tingginya biaya logistik, rendahnya produktivitas tenaga kerja, dan rumitnya proses perizinan. “Biaya logistik Indonesia mencapai 23% dari PDB, lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Suku bunga pinjaman di Indonesia juga berkisar 8-14%, jauh di atas rata-rata negara ASEAN yang hanya 4-6%,” jelasnya.
Ajib juga mencatat bahwa hanya sekitar 26,56% pengusaha yang puas dengan kualitas tenaga kerja di Indonesia. Ia menambahkan bahwa disharmoni antara regulasi pusat dan daerah semakin memperburuk ketidakpastian bisnis. Untuk mengatasi ini, ia merekomendasikan beberapa langkah, termasuk harmonisasi regulasi, peningkatan penegakan hukum, layanan terpadu, dan penerapan Regulatory Impact Assessment (RIA).
Berly Martawardaya, Direktur Riset INDEF sekaligus dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, membahas tantangan ekonomi Indonesia pada 2025. Dalam sesi bertema “Tantangan dan Outlook Ekonomi Indonesia 2025: Konsolidasi di Tengah Ketidakpastian,” Berly menjelaskan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi masih stagnan di angka lima persen.
Menurut Berly, faktor-faktor global seperti ketidakpastian geopolitik akibat konflik di Ukraina, Gaza, dan kebijakan Presiden AS Donald Trump memengaruhi inflasi, ekspor, dan investasi. Selain itu, permintaan dari Tiongkok yang melemah serta minimnya stimulus untuk memperkuat daya beli dan industri menjadi kendala besar. “Tahun 2025 adalah masa penyesuaian dan konsolidasi lintas kementerian,” tambahnya.
Berly memberikan sejumlah rekomendasi kebijakan, termasuk koordinasi antarkementerian, transisi menuju institusi yang inklusif, peningkatan perlindungan sosial, dan perencanaan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Ia menekankan pentingnya fokus pada perencanaan yang matang untuk mempersiapkan pertumbuhan yang lebih agresif di masa depan.
“Kita bisa punya target tinggi, tetapi dengan situasi ketidakpastian yang tinggi saat ini, 2025 adalah waktu untuk memperbaiki ’mesin’ dan merancang perencanaan yang solid. Tahun depan, kita baru bisa bergerak lebih cepat,” pungkas Berly.
Sebagai kesimpulan, kepastian hukum memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Tanpa landasan hukum yang jelas, target pertumbuhan ekonomi yang ambisius hanya akan menjadi angan-angan belaka.
Lihat Juga: Legislator Gerindra Yan Permenas Mandenas Pastikan Instalasi Listrik ke Tiga Kabupaten di Papua