EkonomiNasionalPolitik

PAN Minta Menhut Hati-hati soal Rencana Ubah 20 Juta Hektare Hutan Jadi Lahan Pangan dan Energi

BIMATA.ID, Jakarta – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Ahmad Yohan meminta Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni hati-hati terkait rencana mengubah 20 juta hektare (ha) hutan menjadi sumber lahan pangan, energi, dan air demi program ketahanan pangan dan energi.

Politisi PAN ini menegaskan, jangan sampai demi mewujudkan salah satu program Asta Cita tersebut, Menhut mengorbankan kelestarian hutan. Menurutnya, antara pembangunan dan keberlanjutan hutan harus berjalan seiring, dan seimbang.

“Menhut mesti hati-hati, jangan buru-buru memutuskannya. Kaji mendalam secara detail, ajak akademisi, dan masyarakat sipil untuk membuat rencana yang komprehensif di mana pembangunan demi apapun harus berjalan seiring dan seimbang dengan kelestarian hutan. Walaupun demi ketahanan pangan dan energi tidak boleh sampai merusak kelestarian hutan,” kata Yohan, dalam keterangan persnya, Senin (6/1).

Jika tidak hati-hati, kata Yohan, bukan hanya merusak ekosistem di sekitarnya, tapi juga mengancam masa depan generasi selanjutnya. “Jelas akan menjadi kerugian ekologis. Berkurangnya karbon bisa sebabkan kekeringan, gagal panen, pemanasan global, longsor, banjir bandang, dan lainnya,” paparnya.

Anggota DPR RI dari Dapil NTT I ini juga menyampaikan, sebetulnya ada cara lain untuk mencapai ketahanan pangan dan energi tanpa melakukan deforestasi, atau penebangan hutan.

“Kita punya banyak ahli, pakar yang mengerti betul bagaimana mencapai ketahanan pangan dan energi tanpa deforestasi hutan. Misalnya, memaksimalkan pemanfaatan teknologi pertanian, dan teknologi pembaruan energi bersih,” kata Yohan.

Menurut Yohan, pemanfaatan teknologi ini sangat penting untuk menghasilkan produk pertanian yang secara kualitas dan kuantitas bisa memenuhi kebutuhan pangan dan energi.

“Misalnya, teknologi pemuliaan benih, modernisasi alat pertanian, peningkatan infrastuktur pertanian, penyuluhan petani, dan kesediaan pupuk yang murah dan mudah diperoleh. Sehingga untuk wujudkan kebutuhan pangan dan bioenergi itu tidak perlu jutaan hutan hektare ditebang menjadi lahan. Karena bisa lewat teknologi pertanian yang tepat, seperti benih unggul padi, jagung, tebu, kelapa sawit, aren, dan lainnya,” jelasnya.

Presidium Majelis Nasional MN KAHMI ini pun menyampaikan, kuncinya adalah kerjasama pemerintah dengan akademisi dan para pakar di bidangnya, bagaimana memanfaatkan teknologi untuk ketahanan pangan dan energi.

“Jadi, untuk ketahanan dan swasembada pangan tidak harus merusak hutan demi buka lahan baru. Kita bisa memaksimalkan lahan yang sudah ada selama ini, dengan memperbaiki irigasi dan memperkuat teknologinya. Tidak perlu ekstensifikasi, cukup dengan intensifikasi pertanian,” pungkas Yohan.

Sebelumnya Menhut Raja Juli Antoni mengungkap rencana pemerintah jadikan 20 juta ha hutan cadangan jadi lahan untuk pangan, energi, dan air.

Ia menyebut salah satu fokus utamanya budidaya padi gogo atau padi yang dapat tumbuh di lahan kering, dan pohon aren.

Raja Juli memperkirakan ada potensi sekitar 1,1 juta ha lahan yang bisa menghasilkan hingga 3,5 juta ton beras per tahun. Jumlah tersebut, katanya, setara dengan total impor beras Indonesia pada 2023.

Selain itu, pemerintah juga berencana menanam pohon aren sebagai sumber bioetanol.

“Satu hektare aren mampu menghasilkan 24 ribu kilo liter bioetanol. Jika kita menanam 1,5 juta hektare aren, kita bisa menghasilkan 24 juta kiloliter bioetanol, yang dapat menggantikan impor BBM sebesar 26 juta kiloliter,” jelas dia.

Tags

Related Articles

Bimata
Close