BIMATA.ID, JAKARTA – Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Informasi dan Kajian Strategis, Danang Wicaksana Sulistya (DWS), turut memberikan pandangan terkait rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang mulai berlaku pada 2025.
Seperti diketahui, kebijakan ini mendapat kritik dari sejumlah anggota DPR, termasuk dari Fraksi PDIP. Menurut DWS, sikap PDIP yang kini mengkritik kebijakan tersebut terkesan inkonsisten dan sarat kepentingan politik.
Anggota DPR-RI dari Dapil III Jateng ini menegaskan bahwa rencana kenaikan PPN tersebut telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang sudah disepakati sebelumnya.
BACA JUGA: Ketua MPR: Presiden Prabowo Sambut Baik Rencana Pembangunan Museum Rasulullah
Dijelaskan DWS, dalam UU nomor 7 tahun 2021 tentang HPP, pada ayat 3 berbunyi, Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.
Kemudian, pada ayat 4 berbunyi bahwa, perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah kepada DPR-RI untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan RAPBN.
“Jadi kita harus melihat secara utuh isi dari amanat UU no 7 tahun 2021 pada ayat 4 berbunyi perubahan nilai angka PPN diusulkan oleh pemerintah kepada DPR pada saat rancangan APBN,” katanya, Sabtu (21/19/2024).
Oleh karenanya, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen adalah konsekuensi dari aturan yang dibuat. Dalam Pasal 7 UU HPP, dijelaskan bahwa tarif PPN naik dari 11 persen menjadi 12 persen pada 2025. Bahkan, rentang tarif PPN telah ditetapkan antara 5 hingga 15 persen.
Lebih lanjut, DWS juga mengingatkan bahwa penyesuaian kenaikan ini dirancang untuk dikenakan pada barang-barang mewah, bukan kebutuhan pokok masyarakat.
“Pemerintahan Presiden Prabowo tentu tidak akan memberatkan rakyat. Kenaikan ini akan diformulasikan agar hanya berlaku pada golongan mampu, yakni barang-barang mewah,” jelasnya.
BACA JUGA: Prabowo Ajak Negara D-8 Kuat Bersama untuk Bela Palestina
Namun, DWS menyayangkan sikap sejumlah anggota DPR dari PDIP yang kini mengkritik kebijakan tersebut, padahal sebelumnya PDIP turut menyetujui undang-undang ini.
Apalagi, lanjut DWS, pada 2021 ruling party (partai penguasa) adalah PDIP. Ketua Panja RUU HPP pada saat itu juga berasal dari PDIP, termasuk pimpinan DPR-RI juga berasal dari PDIP.
Bahkan, postur RAPBN 2025 yang mencantumkan kenaikan PPN ini juga sudah disetujui bersama, termasuk oleh PDIP.
“Artinya selain menyetujui UU HPP,
Mereka juga setuju kenaikan yang harus melalui mekanisme pembahasan dan disepakati dalam penyusunan RAPBN 2025 pada tahun ini,” jelasnya.
DWS pun menyindir partai berlambang banteng ini agar memanfaatkan rencana kenaikan PPN ini untu mencitrakan diri sebagai partai paling bersih dan paling membela rakyat.
“Janganlah sekarang seolah-olah menjadi partai paling bersih dan paling membela rakyat. Kalau memang mau mengubah kebijakan ini, mari bahas secara dewasa dan ajukan revisi undang-undangnya. Jangan malah menyalahkan pihak lain,”sindirnya.
BACA JUGA: Prabowo Tegas Berantas Koruptor: Tak Perlu Ragu-ragu, Kita Setia pada Rakyat, Tegakkan Hukum!
Ketua DPD Gerindra DIY ini pun mengajak semua pihak agar fokus mencari solusi yang terbaik bagi masyarakat. Bukan hanya sekadar menyalahkan pemerintah.
“Jadi kepada partai PDIP, kalau memang isu ini menjadi concern marilah kita usulkan untuk membuat revisi UU, jangan merasa partai paling membela rakyat, padahal dulu yang mengusulkan. Seperti itu tidak apa-apa, kalau memang mau menjadi oposisi sekalian, sehingga jelas mengenai peta perpolitikan saat ini,” imbuhnya.