BIMATA.ID, Jakarta – Pelayanan kesehatan yang baik harus didukung dengan fasilitas yang memadai, akses yang mudah, dan layanan yang berkualitas. Di Indonesia, yang merupakan negara kepulauan, akses ke layanan kesehatan seringkali terbatas oleh faktor geografis. Meskipun begitu, setiap orang, di mana pun mereka tinggal, berhak mendapatkan layanan kesehatan yang setara.
Dikutip dari stgeorge-hospital.com, Salah satu cara untuk mempermudah akses ke layanan kesehatan adalah dengan memiliki asuransi kesehatan. Namun, tidak semua orang mampu membayar dan mendaftar untuk asuransi. Beberapa penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa status sosial ekonomi dan tempat tinggal sangat mempengaruhi kepemilikan asuransi kesehatan. Orang yang berada di kelompok miskin dan tinggal di pedesaan cenderung lebih sedikit yang memiliki asuransi kesehatan karena kesulitan finansial untuk membayar premi.
Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun 2014, Pemerintah Indonesia meluncurkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program ini bertujuan agar seluruh masyarakat, terutama yang kurang mampu, dapat memiliki akses ke layanan kesehatan dasar. Namun, meskipun JKN sudah diterapkan, masih ada sekitar 33 juta orang di Indonesia yang belum terdaftar dalam program ini hingga 2022.
Kami melakukan survei terhadap 33.225 orang di daerah pedesaan untuk melihat bagaimana status sosial ekonomi mereka mempengaruhi kepemilikan asuransi kesehatan. Hasilnya, sekitar 63,8% responden sudah terdaftar dalam JKN, sementara 36,2% lainnya tidak memiliki asuransi atau memiliki asuransi lainnya. Keanggotaan JKN paling banyak ditemukan pada pria, yang berusia antara 18-64 tahun, sudah menikah, memiliki ekonomi rendah, dan pendidikan terbatas, serta menganggur.
Baca Juga: Pidato Prabowo di Istana Al-Ittihadiyah Buat Terkesima Presiden El-Sisi dan Delegasi Mesir
Dari segi jenis kelamin, meskipun lebih banyak pria yang menjadi responden, perempuan justru lebih cenderung memiliki asuransi kesehatan dibandingkan pria. Hal ini karena perempuan biasanya membutuhkan layanan kesehatan lebih banyak, seperti pemeriksaan kehamilan dan persalinan, yang tidak dialami oleh pria. Selain itu, semakin tua usia seseorang, semakin besar kemungkinan mereka memiliki asuransi kesehatan. Hal ini karena orang yang lebih tua umumnya lebih sadar akan risiko penyakit yang bisa muncul seiring bertambahnya usia.
Dalam hal ekonomi, orang yang lebih kaya lebih mungkin memiliki asuransi kesehatan dibandingkan orang yang miskin. Ini menunjukkan pentingnya perhatian khusus untuk rumah tangga miskin, karena mereka lebih sulit mengakses layanan kesehatan yang baik.
Tingkat pendidikan juga memengaruhi kepemilikan asuransi. Orang yang lebih berpendidikan cenderung lebih paham akan pentingnya asuransi dan lebih mampu membayar premi. Selain itu, mereka juga lebih mudah mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang stabil, yang memungkinkan mereka untuk membayar asuransi.
Pekerjaan juga memainkan peran besar. Orang yang bekerja di sektor formal, yang memiliki penghasilan tetap, lebih mungkin memiliki asuransi kesehatan. Sebaliknya, pekerja di sektor informal seringkali memiliki pendapatan yang tidak menentu, sehingga mereka kesulitan untuk membayar premi asuransi.
Dari hasil survei ini, kita bisa menyimpulkan bahwa status sosial ekonomi sangat mempengaruhi kepemilikan asuransi kesehatan di daerah pedesaan. Pemerintah Indonesia telah melakukan langkah besar dengan program JKN, tetapi masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, terutama untuk memastikan masyarakat miskin dan tinggal di pedesaan bisa lebih mudah mengakses layanan kesehatan yang baik.