BIMATA.ID, Jakarta – Dewan Pertahanan Nasional (DPN) dipastikan tidak akan tumpang tindih dengan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) dalam menjalankan tugasnya. Kepala Biro Humas Setjen Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang, menjelaskan bahwa DPN difokuskan untuk memberikan solusi kebijakan strategis yang cepat dan komprehensif, tanpa fungsi eksekusi. Ketua DPN sendiri adalah Presiden Republik Indonesia.
Frega menjabarkan perbedaan mendasar antara DPN dan Wantannas. Sementara Wantannas bertugas memberikan masukan berbasis kajian akademik untuk kebijakan jangka panjang, DPN hadir untuk menawarkan solusi kebijakan yang bersifat cepat dalam situasi yang membutuhkan respons strategis. Dalam perkembangannya, Frega tidak menutup kemungkinan Wantannas akan bergabung di bawah DPN sebagai bagian dari transformasi kelembagaan.
Menurut Frega, DPN bukanlah lembaga baru, melainkan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Namun, implementasinya baru diwujudkan setelah 22 tahun. Hal ini menunjukkan langkah strategis pemerintah untuk memperkuat sistem pertahanan nasional yang lebih adaptif terhadap dinamika global.
Pada pelantikan DPN di Istana Negara, Presiden Prabowo Subianto menunjuk Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Ketua Harian DPN dan Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan sebagai Sekretaris DPN. Penunjukan ini didasarkan pada Keputusan Presiden RI Nomor 87M Tahun 2024, yang mengukuhkan posisi penting kedua tokoh tersebut dalam struktur DPN.
Namun, pembentukan DPN tidak lepas dari kritik. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya, mengkritik beberapa klausul dalam rancangan Peraturan Presiden terkait DPN yang dianggap kurang jelas. Menurutnya, frasa seperti “menjalankan fungsi lain yang diberikan Presiden” dapat menimbulkan multitafsir dan potensi tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas.
Simak Juga: Prabowo Bicara di KTT D-8 Summit Kairo, Dorong Kolaborasi Sumber Daya Maritim