Bimata

Rahayu Saraswati: Kampanye Anti-Kekerasan pada Perempuan Sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

BIMATA.ID, Jakarta- Anggota Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, menyuarakan dukungan terhadap Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP).

Ia menegaskan bahwa kampanye ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya target nomor 5 tentang kesetaraan gender dan nomor 16 tentang keadilan dan masyarakat damai.

“Kampanye ini mendukung SDGs, terutama target untuk menghapus semua bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta menciptakan masyarakat inklusif yang menjunjung tinggi keadilan dan hak asasi manusia,” ujar Sara Jakarta, Selasa (26/11/2024).

BACA JUGA: Peduli Dengan Guru, Presiden Prabowo Hadiri Peringatan Hari Guru Nasional

Sara menyoroti tantangan besar yang masih dihadapi Indonesia dalam mencapai target SDGs, termasuk angka kekerasan berbasis gender yang tinggi. Berdasarkan data KemenPPPA, pada 2023 tercatat 29.883 kasus kekerasan, meningkat 4,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Mayoritas korban adalah perempuan, dengan 26.161 kasus.

“Kita masih jauh dari keadilan bagi perempuan selama korban kekerasan dipaksa menikah dengan pelaku. Kampanye 16 HAKtP harus menjadi momen memperkuat perlindungan dan memberdayakan perempuan di semua aspek kehidupan,” lanjut Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.

Sebagai Ketua Umum Jaringan Nasional Anti TPPO (JarNas Anti TPPO) yang beranggotakan hampir 40 organisasi dan individu, Sara juga menggelar Kampanye “24 Hari Penuh Kasih Sayang” bertema Lindungi Semua, Penuhi Hak Korban, Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan. Rangkaian kegiatan ini meliputi sosialisasi, diskusi publik, dan podcast.

BACA JUGA: Dirut Perum Perumnas Dukung Program 3 Juta Rumah Pada Pemerintahan Presiden Prabowo

Sara menegaskan pentingnya penegakan hukum sesuai UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang melarang penyelesaian damai antara korban dan pelaku kekerasan seksual.

“UU TPKS harus ditegakkan, termasuk larangan pemaksaan perkawinan antara korban dan pelaku, yang diatur secara tegas dalam Pasal 10 dan Pasal 23,” tegasnya.

Dirinya juga menyerukan agar Pemerintah memperkuat upaya pemberantasan kekerasan terhadap perempuan. “Perlindungan hukum yang tegas adalah wujud nyata negara hadir dalam memberikan rasa aman bagi perempuan dan anak-anak,” katanya.

Menurutnya, perjuangan melawan kekerasan berbasis gender sejalan dengan komitmen global untuk mewujudkan SDGs. Ia menutup dengan harapan agar masyarakat, terutama perempuan, terus berpartisipasi dalam mendukung kampanye ini. “Kami di DPR akan terus memastikan negara hadir melalui legislasi, anggaran, dan pengawasan demi menegakkan keadilan bagi perempuan, termasuk kelompok rentan seperti migran,” tutupnya.

BACA JUGA:

 

Exit mobile version