BIMATA.ID, Serang – Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto mengisahkan perjuangannya sebagai anak desa hingga mendapat amanah sebagai menteri karena perjuangan, doa dan restu ibundanya, yang ia panggil Emak.
“Masa kecil saya dari SD sampe kuliah, itu tidak ada listriknya. Desa saya itu di kaki bukit barisan, di Bengkulu. Mungkin desa saya kalau sekarang termasuk sebagai desa sangat tertinggal,” papar Yandri saat acara Haul ke-2 ibundanya Hj Biasmawati binti Baddin.
Yandri pun mengisahkan susahnya ia untuk menempuh pendidikan. “Waktu SMP, saya jalan kaki pulang pergi 14 km, nyebrang sungai, tidak ada angkot. Nah, saat SMA saya merantau demi bisa sekolah, hingga saya itu numpang tidur di masjid, karena tidak mampu untuk biaya kos,” ucapnya.
Ketika ia mau menempuh pendidikan Tinggai, kata Yandri, belum ada seorang pun di kampungnya yang mengenyam bangku kuliah.
“Di kampung saya, tidak ada orang yang kuliah sampai 1993. Waktu saya mau kuliah, emak dan bapak saya sedang menanam padi, saya pamit di tengah-tengah sawah itu,. Emak-bapak, saya ingin pamit kuliah ke kota Bengkulu. Emak saya bilang, Yandri, Emak tidak punya uang, kita kan orang susah. Saya bilang tidak apa Emak, yang penting doa restu dan ridho Emak,” tutur Yandri dengan suara parau.
Yandri menyampaikan, ia bukan berasal dari keluarga berada, tapi berkat perjuangan, doa, dan restu Emak dan Bapaknya, ia sekarang mendapat amanah membantu Presiden RI Prabowo Subianto di kabinet.
“Saya sedih, di tengah kondisi sekarang Emak saya tidak melihatnya. Saya minta doa tulus dari bapak ibu yang hadir untuk mendoakan Emak saya,” ucap Yandri dengan mata basah berbinar, dan suara sedih.
Karena itu, tegasnya, posisinya sebagai Menteri Desa dan PDT sesuai dengan latar belakangnya sebagai anak desa tertinggal.
“Saya sekarang sebagai menteri desa, karena saya dari desa, yang benar-benar terpencil, tertinggal, maka saya akan betul-betul mencurahkan semua waktu tenaga dan pikiran demi kemajuan desa lima tahun ke depannya,” pungkas Yandri.