Bimata

Terima Kasih Mas Anies, Sudah Mengajarkan Pentingnya Menjaga Etika Politik dalam Demokrasi

BIMATA.ID, Jakarta – Dalam hiruk-pikuk politik Pilkada Jakarta, kisah hampir gagalnya Anies Baswedan mendapatkan dukungan partai politik pengusung menjadi pelajaran berharga bagi para pengamat dan masyarakat tentang pentingnya menjaga etika politik dalam demokrasi.

Seringkali, popularitas dan elektabilitas seorang tokoh tidak menjamin dukungan partai politik, dan kasus ini menjadi bukti bahwa hubungan baik dengan partai adalah kunci penting dalam memenangkan kontestasi.

Baca Juga : Mendapat Banyak Dukungan Parpol, Bukti Prabowo Sukses Kedepankan Politik Persatuan

Anies Baswedan, yang sebelumnya meraih jabatan Gubernur DKI Jakarta, kini menghadapi kenyataan bahwa label “berkhianat” yang melekat padanya ditengarai menjadi salah satu alasan mengapa partai-partai besar enggan kembali mendukungnya. Partai politik melihat ketidakberpihakan Anies sebagai langkah yang mengesampingkan kontribusi mereka, yang pada akhirnya membuat parpol lain ragu untuk mengusungnya kembali.

Popularitas yang tinggi tidak selalu menjadi penentu dalam politik. Salah satu aspek yang dianggap penting oleh banyak partai adalah loyalitas dan kedekatan dengan para elit partai. Sayangnya, Anies, yang hingga saat ini tidak berafiliasi dengan partai politik manapun, dipandang sebagai figur yang lebih mementingkan dirinya sendiri daripada koalisi yang mendukungnya. Ini dianggap sebagai bentuk ketidakpatuhan terhadap etika politik yang lazim dalam demokrasi.

Hubungan baik dengan partai politik adalah salah satu pilar utama untuk maju dalam Pilkada, mengingat partai politik memegang peran kunci dalam mengusung calon. Meski jalur independen menjadi alternatif, untuk saat ini hal tersebut sudah hampir tidak mungkin dilakukan, mengingat batas waktu pendaftaran melalui jalur independen telah ditutup sejak Mei lalu.

Bagi sebagian pendukungnya, kegagalan Anies mendapatkan dukungan dari partai politik dianggap sebagai bentuk penjegalan. Namun, tuduhan ini bagi sebagian pengamat justru terlihat sebagai upaya untuk menghibur diri. Kenyataannya, Nasdem dan PKS, dua partai yang sebelumnya mendukung Anies, mulai mempertimbangkan untuk mundur. Hal ini menegaskan bahwa Anies gagal mempertahankan hubungan dan komunikasi yang baik dengan para elit politik.

Simak Juga : Anak Buah Prabowo Hadirkan Fasilitas Listrik Bagi Warga Desa Pangkalan Batu Kalbar

Dukungan politik seringkali melibatkan emosionalitas yang berlebihan, yang justru mengaburkan rasionalitas. Wajar jika pendukung Anies merasa kecewa dengan situasi ini. Namun, perlu diingat bahwa politik tidak hanya soal popularitas, tetapi juga soal membangun kepercayaan dan menjalin hubungan jangka panjang dengan partai-partai pendukung.

Momen ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk merefleksikan peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum krisis ini. Apakah benar Anies dijegal oleh elit politik, atau sebenarnya Anies adalah contoh figur yang kurang mampu menjaga etika politik dalam demokrasi? Pada akhirnya, penilaian ada di tangan publik.

Exit mobile version