BeritaNasionalPeristiwaPolitikUmum

Sebelum Amandemen UUD 1945, Partai Gerindra Ingin Dengar Aspirasi Masyarakat

BIMATA.ID, Jakarta- Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra Habiburokhman mengakui model pemilihan presiden (pilpres) dengan dipilih langsung oleh rakyat memang melelahkan. Hal ini ia ungkapkan menanggapi wacana amandemen UUD 1945.

“Kalau di tingkat politisi kayak kami ini yang bertempur di pilpres, tentu sangat melelahkan model pilpres dipilih langsung oleh rakyat,” ujar Habiburokhman di Jakarta, dikutip Jumat (7/6/2024).

“Tapi kan kami tidak bisa memutuskan hanya berdasarkan kepentingan dan situasi kami, harus melihat aspirasi publik, aspirasi masyarakat seperti apa,” lanjutnya.

BACA JUGA: Fahri Hamzah: Prabowo Setara dengan Soekarno, Miliki Kemampuan Berbicara yang Hebat

Hal ini penting didalami, kata dia, jangan sampai publik merasa hak mereka diambil begitu saja. “Kan kita tidak bisa juga sewenang-wenang seperti itu,” tegasnya.

Ia pun menyerahkan keputusan akhir ada rakyat, apakah memang mereka juga merasakan hal yang sama dengan dirinya, terkait metode pilpres.

“Kita harus perhatikan, ini yang paling penting ya, aspirasi publik, pendapat masyarakat tuh seperti apa soal pemilu presiden dan wakil presiden ini ya,” tutur Habiburokhman.

“Apakah (mereka) sudah capek dengan gaya pilpres yang sangat melelahkan, seperti tiga pemilu terakhir, atau memang tetap happy masyarakatnya,” tambah anggota Komisi III DPR ini.

Tak hanya itu, dirinya menilai pembahasan akan diamandemennya UUD 1945 masih jauh, terlebih jika melihat ke belakang pada peristiwa Reformasi 1998.

“Masih jauh pembahasannya ya, karena kita tidak gampang gitu lho, ini kita kan pemilu dari memilih dan dipilih dari MPR adalah proses yang sangat sangat panjang, dan peristiwa politiknya sangat besar, yaitu reformasi 1998. Apakah kita kembali lagi ke MPR, artinya kan kita extreme to extreme lagi,” ungkapnya.

BACA JUGA: Bos BI: Pertumbuhan Ekonomi 2025 Bergantung Kebijakan Prabowo

“Apakah ada solusi yang lain tidak murni seperti di 1998 ke belakang ya di zaman Orde Baru, tidak murni seperti itu, tapi ada semacam jalan tengahnya gitu kan,” tutup Habiburokhman.

Tags

Related Articles

Bimata
Close