Dr KRMT Roy Suryo: Garuda Muda vs VAR di Stadion Abdullah bin Khalifa
BIMATA.ID JAKARTA Garuda Muda versus VAR (Video Assistant Referee) ? Ya VAR, bukan vs negara yg sebelumnya merupakan bagian dari Uni Sovyet ini, karena dalam pertandingan Semifinal antara Indonesia U-23 melawan Uzbekistan U-23 semalam, dalam catatan saya setidaknya 2 (dua) kali kita “tidak diuntungkan” oleh Teknologi VAR, yakni di menit ke-26 setelah Witan Sulaeman ditekel Abdukodir Khusanov didekat kotak Pinalti dan bahkan hampir berbuah tendangan 12-pas, namun jangankan pinalti, tendangan bebaspun malah dibatalkan dan dianggap “tackling bersih” alias sah / bukan merupakan pelanggaran.
Sedangkan yang kedua tentu saja sulit dilupakan bagi semua penonton pertandingan Semifinal pertama tersebut, karena hampir saja Indonesia berhasil memecah rekor Uzbekistan yang sampai saat ini memang akhirnya secara de jure belum pernah kebobolan samasekali, meski de facto pemain kita, Mohammad Ferrari di menit ke-61 sempat sukses merobek jaring Kiper Abduvakhid Nematov, namun sayang sekali memang menurut VAR Ramadan Sananta tertangkap Offside dan skor yang sempat tertulis 1-0 untuk Indonesia kembali menjadi Kacamata dan akhirnya malah berakhir dgn 0-2 untuk keunggulan Uzbekistan sampai selesai.
Terus terang kalau mau fair, bilamana saya sebut disatu sisi Garuda Muda vs VAR di judul tulisan, maka disaat yang sama ketika pertandingan itu Uzbekistan juga melawan Penjaga Gawang Indonesia Ernando Ari sekaligus Tiang Gawangnya, karena berkali-kali juga tembakan para pemain Uzbekistan, misalnya di menit ke-30 oleh Abdurauf Burief, menit ke-71 oleh Abbosbek Fayzullaev dan menit ke-78 oleh Nurchaev, semuanya membentur mistar. Namun memang sayangnya juga salahsatu dari 2 Gol Uzbekistan semalam adalah akibat Gol Bunuh diri Pratama Athan yg maksudnya membantu Kiper namun bola malah masuk gawang sendiri.
Kembali kepada masalah VAR, inilah teknologi yang sekarang bukan saja hanya sebagai alat bantu (seperti SIREKAP) tetapi justru dimanfaatkan sebagai Alat Utama pertandingan, meski ada kata “Assistant”-nya. Sejarah VAR dlm sepakbola sendiri dimulai oleh Belanda sebagai Proyek Wasit 2.0 pada tahun 2010-an. Teknologi ini diuji utk pertama kalinya pada liga Eredivisie di tahun 2012-2013. Setelah uji coba berhasil, Asosiasi Sepak Bola Belanda mengajukan penggunaan VAR kepada Dewan Asosiasi Sepak Bola Internasional utk mengizinkan wasit memutar ulang tayangan video di saat pertandingan bilamana diperlukan.
Ide VAR ini diterima oleh Gianni Infantino yg saat itu menjabat sebagai Presiden FIFA dan kemudian VAR dlm sepakbola pertama kali digunakan secara resmi di pertandingan A Liga Australia pada April 2017, disusul oleh Bundesliga Jerman dan Serie A Italia pada musim 2017-2018. Sedangkan di Indonesia VAR akan digunakan dalam Pertandingan Liga 1 2024-2025 yg akan dimulai bulan Mei yang akan datang.
Meski sempat menimbulkan pro dan kontra sebelumnya, termasuk juga soal beaya yg diperlukannya, namun VAR memang diperlukan utk menjaga obyektivitas pertandingan, utamanya dari keputusan Wasit yang dulu acapkali dianggap merugikan salah satu pihak.
Sebenarnya jauh sebelum ada istilah VAR, sekitar 35 tahun silam, tepatnya di bulan Juli tahun 1995 melalui Harian Bernas di Jogja (kini masih ada, namun hanya terbit dlm bentuk online) saya pernah diwawancarai oleh salahsatu wartawannya -saat itu- Alm. FX Mantoro Suryo Putro, berbicara ttg teknologi apa yg kemungkinan bisa diterapkan dalam pertandingan Sepakbola. Jaman tsb saya sudah “meramalkan” setidaknya ada 2 Teknologi yg bisa digunakan, yakni Alat komunikasi wireless antara Wasit dengan Hakim Garis dan Kamera yg bisa memutar dgn instant / me-reply kejadian dilapangan bilamana ada perbedaan pendapat (Wasit & Hakim Garis, misalnya).
Meski saat itu banyak yg comment bahwa ide saya saat diwawancara tsb sangat mengada-ada dan menghilangkan sifat “humanis” pada diri Wasit dan Hakim Garis, apalagi penggunaan Headset yg dihubungkan dgn perangkat Wireless belum bisa seminimalis sekarang (mungkin kalau digambarkan alatnya dulu bisa mirip-mirip seperti SamSul dengan “Pampers 5.0” kemarin), Alhamdulillah, 2 Teknologi yg pernah disampaikan saat wawancara ketika itu kini memang benar2 ada dan diterapkan (meski tentu saja FIFA memang kecil kemungkinan membaca Harian Bernas tsb, namun faktanya ide dan konsep bisa saja sama kalau memang memiliki pandangan futuristik kedepan.
Di tahun-tahun tersebut memang kerap saya menulis untuk Harian “anak perusahaan Kompas” (sebelum ada Tribun), bahkan ada Rubrik konsultasi “B-Net” untuk Diskusi masalah internet yang masih merupakan barang cukup baru kala itu, karena ISP (Internet Service Provider) terhitung masih jarang, koneksi juga masih menggunakan Dial-up telepon, belum lazim Wi-Fi Publik. Selain idOLa (Indonesian OnLine Access) milik Telkom, yg populer digunakan masyarakat di masa tersebut adalah Wasantara-Net (Wawasan Nusantara Network) milik PT Pos Indonesia, RADnet, IndoNet, semuanya pakai Modem yg dikoneksikan dgn Jack RJ-11 ke Kabel Telpon. Sebagai perbandingan di awal 2024 ini jumlah pengakses Internet Indonesia sudah mencapai 185,3 juta jiwa dari 278,7 juta Rakyat Indonesia dgn berbagai moda Akses Internet yang ada.
Jadi teknologi memang selalu bak Pisau bermata dua, bisa menguntungkan sekaligus merugikan. Contoh VAR semalam mungkin bisa disebut kurang menguntungkan bagi Garuda Muda karena harus menyimpan sementara impian utk tampil langsung di Olimpiade Paris 2024, sebelum melawan Irak dalam pertandingan tempat ketiga. Kalaupun kalah, harapan itu juga masih ada, sebab yang menduduki peringkat empat Piala Asia U-23 tsb akan bertarung dgn tim U-23 Guinea, perwakilan dari Afrika, utk bisa juga mendapat tempat di Olimpiade Paris, meski InsyaaAllah kita semoga berada di posisi ketiga, jangan keempat agar mimpi anak2 binaan Shin Tae-yong ini tidak perlu terlalu lama mewujudkan mimpinya utk makin membanggakan Indonesia.
Dalam tulisan saya sebelumnya, sempat dianalogikan bilamana ada semacam Teknologi VAR ini yg bisa “merekam secara utuh” sumber angka yang digunakan sebagai Data sumber CSV di SIREKAP, dimana kalau disana dikenal dgn nama ActivityLog. Namun sayangnya Log dan Data mentah tsb -meski sudah diperintah oleh KIP / Komisi Informasi Pusat atas dimenangkannya Gugatan YAKIN / Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia- tetap “disembunyikan” oleh KPU dgn alasan dikecualikan alias dirahasiakan, sebuah hal yg sangat tida masuk akal dan membodohi publik sekaligus Pelanggaran Hukum thdp UU No 14/2008 ttg Keterbukaan Informasi Publik.
Oleh sebab itu APDI (Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia) meski tidak sekuasa FIFA dalam dunia Sepakbola menerapkan VAR diatas, terus akan mendesak KPU untuk membuka Data sumber yg menjadi permasalahan Pemilu 2024 dan membongkar semua kebohongannya selama ini. Mulai dari ActivityLog, Data CSV, bahkan hingga Source Code yg ditengarai “disusupkan” JSON-Script hingga Algoritma kecurangan SIREKAP tetap akan dikejar karena bagaimanapun juga Integritas Data adalah mutlak sebagai bentuk kejujuran sistem yg digunakan, apalagi Pengembangnya adalah dari Kampus terkemuka di Bandung Indonesia. Sangat ironi dan memalukan bila Institusi terlibat dalam kejahatan teknologi secara Terstruktur, Sistematis dan Masif tersebut.
Kesimpulannya, kita tidak bisa lari dari teknologi, kemenangan Indonesia U-23 yang hampir didepan mata bisa dibatalkan karena ternyata terbukti ada kesalahannya yg terekam. Namun memang teknologi juga sangat bergantung “man behind the gun”-nya, karena kalau memang (manusia) yang menggunakannya dari awal berniat curang apalagi culas, teknologi hanyalah mesin yg bisa diprogram sesuai arah dan kemauan yg memberi order (Ini mengingatkan kita pada kesaksian pengembang SIREKAP saat bersaksi di MK, dimana dia menuturkan bahwa data-data bisa “diolah dan diatur” sesuai keinginan pemesan). Tetapi ingat, diatas Langit masih ada Langit dan diatas semua itu ada Kuasa Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT. Mungkin sekarang mereka yg Jahat belum merasa, tetapi semua pasti ada waktunya …
)* *Dr. KRMT Roy Suryo – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen*