BIMATA.ID, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menilai pemerintah belum menangani stunting dengan komprehensif. Sebab, intervensi stunting harus dilakukan per kasus, yakni by name by address tidak berdasarkan angka.
Hal itu ditegaskan Netty dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, baru-baru ini.
Dalam rapat tersebut, Netty menanyakan metodologi pemerintah dalam melakukan penanganan stunting. Sebagaimana yang diklaim pemerintah telah berhasil menurunkan angka stunting menjadi 21,6 persen di 2022 dari angka sebelumnya 37 persen.
“Tentu saja saya dan teman – teman Komisi IX bersikeras menanyakan hal ini kepada pemerintah agar penurunan stunting itu betul-betul by name by address dilakukan intervensi sehingga betul-betul yang stunting itu turun begitu,” ungkap Netty dalam keterangannya, Senin (02/10).
Baca Juga : Menhan Prabowo Hadiri Upacara Hari Kesaktian Pancasila
Menurut Netty, metodologi yang digunakan pemerintah tidak tepat karena angka stunting yang diperoleh melalui data sampling. Bukan pengukuran secara langsung kepada bayi balita, sebagaimana yang biasa dilakukan selama ini di Posyandu. Ia menambahkan, pengukuran secara langsung tersebut penting untuk mengetahui perkembangan anak stunting yang sudah dilakukan intervensi.
“Kemudian yang kedua, diksi penggunaan kata penurunan, kita memahami yang diturunkan itu orang sudah mengalami stunting bayi balita dengan intervensi turun begitu. Tetapi, yang mereka klaim remaja putri dikasih tablet tambah darah, ibu hamil dikasih tablet tambah darah. Kemudian itu dihitung sebagai sampling yang bisa diklaim sebagai penurunan stunting. Itu kan sudah misleading gitu yah, sudah cacat berpikir,” sambung Netty.
Lebih lanjut, Netty juga menegaskan penanganan stunting bukan hal yang sepele, karena perlu tim ahli dengan menggunakan antropometri kit atau alat ukur dimensi tubuh anak untuk mengetahui status gizinya.
“Makanya kamu menanyakan berapa banyak spesialis anak di setiap rumah sakit di seluruh Indonesia. Sudah berapa banyak terdistribusi begitu. Jadi, artinya kalau kemudian sekarang mereka mengklaim penurunan stunting mereka sendiri mengatakan bahwa kita butuh alat untuk menegakkan stunting, kita butuh spesialis anak, kita butuh kader terlatih, jadi mereka turunkan yang mana gitu yah?,” papar Netty.
Simak Juga : Survei Indikator: Head to Head Prabowo Unggul Versus Ganjar
Untuk itu, Politisi dari Fraksi PKS ini mendorong pemerintah mengintegrasikan data antar daerah dengan pusat sebagai kunci menurunkan prevalensi stunting yang holistik dan tepat sasaran. Apalagi, penanganan stunting dilakukan oleh 19 Kementerian dan Lembaga dan menjadi isu prioritas nasional.
“Kita ingin data penurunan stunting ini tidak menjadi data di atas kertas, tapi menjadi data empiris atau data surveilans. Karena itu yang harus disempurnakan, pendataannya harus valid, alatnya antropometri harus terdistribusi, kemudian spesialis anaknya juga harus ada pendamping nya terus-menerus gitu, baru kita percaya itu turun, kalau itu belum dilakukan, berarti itu masih mengawang ngawang gitu namanya,” pungkas Politisi dapil Jawa Barat VIII ini.