Bimata

Mahfud MD Ingatkan Masyarakat tak Terlalu Optimis dengan Pembentukan MKMK, Ini Penjelasannya

BIMATA.ID JAKARTA Bakal Cawapres Mahfud MD mengingatkan masyarakat tidak terlalu optimis dengan pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, sebab ada kebiasaan majelis bisa dibeli dan direkayasa.

Peringatan itu disampaikan Mahfud menanggapi kisruh keputusan MK tentang batasan usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden. Dalam keputusan MK batas usia capres cawapres ditetapkan tetap 40 tahun, tetapi bagi kepala daerah meski belum berusia 40 tahun diperbolehkan menjadi calon presiden dan wakil presiden.

Keputusan ini yang kemudian menjadi polemik karena secara langsung memberikan keistimewaan bagi putra sulung Joko Widodo untuk menjadi Capwares Prabowo Subianto. Dilain sisi MK juga memutuskan batas usia maksimal calon presiden bisa lebih dari 70 tahun. Sementara dalam ketetapan lama batas usia Capres ditetapkan 70 tahun maksimal.

“Jangan terlalu optimis juga karena kadang kala siapa yang akan menjadi majelis itu terkadang bisa dibeli dan bisa direkayasa juga. Kamu yang jadi, kamu yang jadi, kamu yang jadi. Keputusan ini bisa saja terjadi jika situasi pengembangan dan pemenuhan hukum masih seperti sekarang,” kata Mahfud usai bertemu budayawan, seniman dan generasi z dan milineal di kawan Blok M, Jakarta Selatan, Senin (23/10).

Mahfud mengatakan kondisi itu harus menjadi sebuah pelajaran agar polemik terkait putusan MK tak kembali terjadi di masa mendatang.

Secara tegas Mahfud mengatakan bahwa hakim konstitusi yang memiliki hubungan dengan suatu perkara tak diperkenankan untuk memutus perkara tersebut.

“Karena dalam pengadilan itu ada asas-asas misalnya, yang paling terkenal itu kalau satu perkara terkait dengan kepentingan diri sendiri, keluarga punya ikatan kekeluargaan maupun hubungan kepentingan politik itu hakim tidak boleh mengadili,” jelasnya.

Kendati demikian, kata Mahfud keputusan MK terkait batas usia minimal capres-cawapres tetap harus dilaksanakan dan diterima.

“Kalau kita berdebat lagi soal itu nanti malah ada alasan untuk membuat sesuatu yang lebih berbahaya bagi bangsa ini,” ucap Mahfud.

Sebelumnya MK telah mengumumkan pembentukan MKMK sebagai banyaknya laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.

Tiga orang anggota MKMK yang telah diumumkan yakni Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.

Keanggotaan itu merupakan perwakilan dari tiga unsur. Jimly mewakili unsur tokoh masyarakat, Bintan mewakili akademisi, sedangkan Wahiduddin mewakili hakim konstitusi yang masih aktif.

Sebelumnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dilaporkan ke KPK atas dugaan kolusi dan nepotisme terkait putusan perkara nomor: 90/PUU-XXI/2023 yang memberi ‘karpet merah’ kepada putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju Pilpres 2024.

Pelapor mengatasnamakan diri sebagai Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Persatuan Advokat Nusantara. Laporan dilayangkan pada Senin (23/10) ini.

“Tadi kita melaporkan dugaan tindak pidana kolusi dan nepotisme kepada pimpinan KPK. Melaporkan dugaan adanya kolusi nepotisme yang diduga dilakukan oleh Presiden RI Joko Widodo dengan Ketua MK Anwar Usman juga Gibran dan Kaesang dan lain-lain,” ujar Koordinator TPDI M. Erick di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

(W2)

Exit mobile version