BIMATA.ID Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Aus Hidayat Nur menanggapi respon dua organisasi masyarakat (ormas) Islam terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah terkait dengan peristiwa di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. Menurutnya, bila dua Ormas Islam NU dan Muhammadiyah sudah kompak bersuara untuk isu yang sama, maka hal tersebut harus benar-benar mendapat perhatian serius dari Pemerintah.
Hal ini disampaikan Aus Hidayat melalui keterangan tertulisnya kepada media Parlemen, Senin (18/09/2023).
Baca Juga : Gabung KIM, Viva Yoga: Pak SBY Nyaman Bersama Prabowo
“Di dunia hadits dikenal istilah ‘muttafaq ‘alaih’ bila dua perawi besar Bukhari dan Muslim menyampaikan hadits yang sama. Derajat hadits tersebut pun menjadi semakin kuat. Maka seperti itulah perumpamaan bila NU dan Muhammadiyah telah bersuara senada tentang peristiwa Rempang,” kata Aus Hidayat.
Aus menyampaikan, baru-baru ini NU melalui Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla menyatakan bahwa perampasan tanah rakyat yang yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses iqtha’ (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka hukum pengambil alihan tanah tersebut oleh Pemerintah adalah haram.
Sementara Muhammadiyah mengeluarkan 8 sikap yang diantaranya meminta agar Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia untuk mengevaluasi dan mencabut proyek Rempang Eco-City sebagai PSN.
Simak Juga : Fadli Zon: SBY Siap Turun Gunung Menangkan Prabowo
“Maka sikap dua Ormas Islam besar di Indonesia itu menjadi pemandu masyarakat atas simpang siur berita tentang Rempang yang beredar,” ungkap Politisi Fraksi PKS ini.
Aus juga mengingatkan bahwa NU dan Muhammadiyah juga pernah ‘muttafaq ‘alaih’ menolak perpres Miras pada 2021 lalu yang membuat Presiden Jokowi membatalkan Perpres tersebut. Aus juga menagih agar kini Jokowi pun tidak merampas tanah masyarakat dan adat secara semena-mena dan membatalkan rencana proyek Rempang Eco-City.
“Tindakan aparat yang represif jelas tidak sesuai dengan pancasila. Tidak adil, zalim dan biadab, serta membahayakan persatuan Indonesia. Investasi ini harus dihentikan demi menjaga keutuhan bangsa,” tandasnya.