BIMATA.ID, Jakarta – Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo senggol konflik agraria yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, hingga mengingatkan soal tarian perang dan pelanggaran HAM.
Diketahui sebelumnya, konflik agraria di Pulau Rempang menjadi pemicu warga meradang, lahan seluas 7.572 hektar di Pulau ini menjadi target lahan proyek strategis nasional dan akan dibangun pabrik kaca milik perusahaan China Xinyi Group dalam kawasan Rempang Eco-Park, kerjasama ini pun diperkirakan akan mampu menarik investasi hingga ratusan triliun rupiah.
Baca Juga : Pengamat: Merapatnya Demokrat ke KIM, Buka Peluang Khofifah Jadi Cawapres Prabowo
Namun di balik rencana tersebut pemerintah dan investor harus berhadapan dengan warga yang tinggal di 16 kampung adat Melayu.
Mereka menolak keras pembangunan proyek tersebut.
Menanggapi hal itu, Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) melakukan pidato dan menyinggung soal konflik agraria yang menimpa masyarakat Melayu di Pulau Rempang.
“BP Batam berinisiatif mengambil jalan tengah bahwa menggunakan uang yang didapat hasil sewa, itu kurang lebih ada Rp 1 Triliun,” kata Gatot, dikutip dari tvonenews, Senin (25/09/2023).
Namun yang permasalahannya adalah katanya, bila warga yang sudah menempati lahan tersebut sudah dengan waktu yang lama
“Sudah dikasih tahu ganti ruginya seperti ini, seperti ini, kemudian sudah tenang dikasih waktu 1 bulan, belum 1 bulan sudah digusur,” ucapnya.
Simak Juga : Giliran Pedagang Pasar Deklarasi Dukung Prabowo Subianto
Bahkan Gatot Nurmantyo tak ragu menyebut bahwa pelanggaran HAM berat sudah terjadi dalam konflik lahan di Rempang.
“Kemudian penggusuran itu harus sudah selesai anak ujian, ini masih dalam kelas sudah diadukan seperti itu, kemudian tidak boleh menggunakan alat-alat persenjataan, jadi dengan tangan kosong,” pungkasnya.