BIMATA.ID, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus memandang pembangunan Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara tak boleh menggusur tanah ulayat dan masyarakat adat di Kalimantan. Dia menekankan prinsip-prinsip kepemilikan tanah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.
Hal ini disampaikan oleh Guspardi Gaus usai rapat Komisi II DPR RI dengan para akademisi tentang revisi UU IKN, di Gedung Nusantara, Jakarta beberapa waktu lalu,
“Ada jaminan masyarakat hukum adat dan tanah ulayat. Ini yang perlu disikapi oleh DPR dan pemerintah,” kata Guspardi Gaus usai rapat Komisi II DPR RI dengan para akademisi tentang revisi UU IKN, di Senayan, Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Baca Juga : Prabowo Perintahkan Seluruh Kader Gerindra, Cek Harga Sembako dan Kondisi Pasar
Guspardi menyatakan bahwa UU Nomor 5 Tahun 1960 bisa menjadi stimulus untuk mengakui tanah ulayat dan hak-hak masyarakat adat. “Kenapa ini tidak dijadikan aset? Jangan pembangunan membuat mereka tergusur, kemudian miskin,” ujar dia.
Pembentukan negara, lanjut Guspardi, bertujuan untuk mensejahterakan seluruh rakyat. Sebelum negara, masyarakat sudah ada terlebih dahulu. Sehingga harus ada sinergi antara UU Nomor 5 Tahun 1960 dan UU Nomor 32 Tahun 2022 untuk menjamin eksistensi tanah ulayat di Kalimantan. “Ini bagian kami sempurnakan eksistensi tanah ulayat dan masyarakat hukum adat,” kata Politisi Partai Amanat Nasional atau PAN itu.
Simak Juga : Dukung Prabowo, AHY Pamit ke Puan
Sebelumnya, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, Pradarma Rupang mengatakan, ada potensi penggusuran terhadap 20 ribu warga adat dan lokal akibat pembangunan IKN di Kalimantan Timur. Warga adat yang dimaksud itu telah tinggal di kawasan hutan sebelum adanya rencana Ibu Kota Negara. Rupang menerangkan, saat ini 40 persen dari total wilayah IKN sudah ditempati oleh warga. Data itu bahkan sudah dibenarkan oleh Kementerian ATR/BPN.