BIMATA.ID, JENEPONTO – Sejumlah nama Komisioner Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) oleh salah seorang bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg) Partai Gerindra H. Saharuddin.
Mereka adalah eks Ketua KPU Muhammad Alwi yang kini menjabat sebagai Komisioner Bawaslu Jeneponto, Plt. Ketua KPU Supriadi Saleh, Safaruddin dan Mustari.
BACA JUGA: AIA Minta Kader Gerindra Jadikan Bone Lumbung Suara Prabowo
Aduan ini berdasarkan Tanda Bukti Penyampaian Laporan Nomor: 011/ LP/ PL/ Kab/27.08/VIII/2023.
Melalui Syaiful kuasa hukum pelapor mengatakan keempatnya dilaporkan atas dugaan pelanggaran penetapan dalam Daftar Calon Sementara (DCS) Anggota DPRD Jeneponto Pemilu 2024 Daerah Pemilihan (Dapil) V. Rabu 23 Agustus 2023.
“Kami melanjutkan laporan ke Bawaslu tentang adanya dugaan pelanggaran prosedur dan tata cara mekanisme dalam penyusunan DCS pada 19 Agustus kemarin yang telah di umumkan KPU,” ujar Syaiful di hadapan awak media.
Padahal sebelumnya, kliennya ini telah dinyatakan lolos verifikasi dokumen persyaratan awal oleh KPU Jeneponto.
BACA JUGA: Hasil Survei Terbaru PWS: Prabowo Belum Tergoyahkan di Puncak Survei
“Jadi ada salah satu bakal calon anggota DPRD Jeneponto dari Dapil V itu sejak awal di verifikasi KPU sudah memenuhi syarat. Tapi, setelah DCS terbit, nama kliennya tidak ditetapkan oleh KPU, Sehingga hak dipilih dihilangkan sebagai warga negara,” tegas Eks Ketua Bawaslu Jeneponto ini.
Menurutnya, bahwa ada salah satu kliennya yang sudah melaporkan hal itu ke Bawaslu Jeneponto.
“Hari ini laporannya sudah diterima oleh Bawaslu Kabupaten Jeneponto. Nah, yang dilapor adalah Ketua KPU bersama Anggotanya, termasuk Ketua Bawaslu hari ini, yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua KPU,”bebernya.
Meski laporan ini telah ditindaklanjuti Bawaslu Jeneponto, pihaknya tetap meminta agar Ketua Bawaslu yang aktif saat ini tak dilibatkan dalam proses pemeriksaan.
BACA JUGA: Fenomena Prabowo Efek, Elektabilitas Gerindra Naik
“Kalau laporan kami ditindaklanjuti, maka Ketua KPU yang hari ini menjadi Ketua Bawaslu tidak boleh menjadi pihak pemeriksa karena dia menjadi yang terlapor dari laporan yang kami sampaikan,”tutur Syaiful.
Menanggapi laporan tersebut, Komisioner KPU Kabupaten Jeneponto melalui Divisi Hukum dan Pengawasan, Mustari Siama saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya saat ini sudah menyiapkan sejumlah bukti terkait laporan tersebut.
“Kami sudah mempersiapkan kelengkapan apa saja yang dibutuhkan pada saat nanti di proses di bawaslu, mulai berita acara awal, pengajuan awal sampai pengajuan akhir, sehingga kita siapkan untuk Partai Gerindra. Khususnya, yang bersangkutan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Mustari membeberkan alasan KPU tidak mendaftarkan H. Saharuddin ke daftar DCS lantaran yang bersangkutan merupakan daftar eks terpida koruptor.
BACA JUGA: Menangkan Prabowo, Pengurus Gerindra Bertemu PBB Jatim
“Jadi bersangkutan adalah mantan terpidana kemudian pasal yang dikenakan adalah pasal 3 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo yang ancaman hukumannya 1 sampai 20 tahun,” terangnya.
Melalui dasar ini, pihaknya melakukan koordinasi dengan KPU Provinsi, Bawaslu beserta pihak APH (Aparat Penegak Hukum).
Setelah menelaah hasil koordinasi tersebut, KPU menyimpulkan bahwa, H. Saharuddin dinyatakan Tak Memenuhi Syarat (TMS), meski sebelumnya dinyatakan Memenuhi Syarat (MS).
“Jadi status yang bersangkutan ini H. Saharuddin ini masa perbaikan itu MS, berdasarkan dokumen yang di upload. Tapi, dengan adanya masukan bahwa yang bersangkutan terdeteksi mantan terpidana maka kami telusuri ini dokumennya,” beber Mustari.
BACA JUGA: Senyum Merekah Mantan Kader PDIP Saat Diskusi dengan Prabowo
Namun, apabila publik pandai menelisik peristiwa ini kebelakang, KPU Jeneponto dinilai kecolongan lantaran sebelumnya telah meloloskan Bacaleg koruptor.
Tak ingin mati bola, Mustari berdalih jika sejak dini KPU sudah mengantisipasi kejadian ini saat pendaftaran awal dilakukan Bacaleg melalui aplikasi Silon.
Antara lain, kata dia, surat keterangan pengadilan bahwa mantan terpidana sudah ada, kemudian hasil hak jawab melalui media online.
Hanya saja saat itu, pihak Kami belum yakin pasal berapa yang dituntutkan terhadap pelapor. Maka dari itu, Kami konsultasikan melalui Rakor KPU Provinsi.
BACA JUGA: Satu Komando di Bawah Jokowi, Erick Berpotensi Dampingi Prabowo
“Disini saya pertanyakan yang mana jadi rujukan, minimal atau kah maksimal. Nah, KPU Provinsi menyatakan ancaman maksimal dari pasal itu. Makanya beberapa bacaleg di kabupaten lain juga dinyatakan TMS, kemudian durasi hukumannya juga tidak memenuhi syarat, seandainya 5 tahun ini dan jedanya juga sudah 5 tahun ini sudah bisa masuk tapi yang bersangkutan belum cukup 5 tahun pasca bebas, karena baru 4 tahun lebih,” pungkasnya.