Bimata

Lestarikan Arsitek Tradisional, PUPR Perbaiki Rumah Adat di Aceh

BIMATA.ID ACEH  Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Perumahan mendorong perbaikan rumah adat yang terdampak dalam insiden pelanggaran HAM di Provinsi Aceh. Proses perbaikan dilaksanakan dengan mengedepankan nilai arsitektural tradisional khas Aceh sehingga generasi muda bisa memahami filosofi rumah adatnya.

“Penanganan perbaikan rumah adat yang terdampak korban pelanggaran HAM di Aceh di laksanakan dengan mengedepankan nilai arsitektur tradisional.
Kami ingin masyarakat Aceh tetap bangga akan budayanya dan generasi muda bisa memahami filosofi bangunan yang ada,” ujar Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto di Jakarta, dikutip Minggu (2/7/2023).

Menurut Iwan, pelestarian berbagai nilai budaya dan tradisional bangunan khas daerah tetap menjadi prioritas Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR dalam membangun infrastruktur bagi masyarakat. Selain itu, struktur bangunan juga harus sesuai dengan filosofi dari rumah adat daerah sehingga bisa menjadi bagian pendidikan untuk para generasi muda saat ini.
Saat ini, imbuhnya, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kementerian PUPR sedang melaksanakan penanganan 31 rumah rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM di Aceh yang beberapa diantaranya merupakan rumah adat.

“Rumah adat menjadi salah satu identitas suatu daerah di Indonesia sehingga rumah adat yang ada memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Kami berusaha membangun tanpa mengubah struktur bangunan agar filosofi rumah adat suatu daerah tetap terjaga,” katanya.

Dalam proses pembangunan di lapangan, kata Iwan, para pekerja konstruksi membanbun rumah adat Aceh berbentuk panggung dengan serambi depan, tengah, dan belakang. Rumah juga dibangun cukup tinggi dengan jarak sekitar 2,5 meter dari tanah.

Selain untuk beraktivitas, adanya jarak antara tanah dan lantai rumah adat Aceh yaitu untuk menghindari dari serangan binatang buas atau bencana alam seperti banjir. Hal ini karena rumah penduduk dahulu tinggal di sekitar hutan dan mereka juga tetap bisa tidur di malam hari ketika banjir tiba-tiba datang.

Filosofi yang terkandung dalam arsitektur rumah adat Aceh tersebut mengandung nilai keselamatan terhadap gangguan alam dan nilai sisi kehidupan sosial masyarakat. Rumah berbentuk panggung ini supaya orang-orang masih dapat beraktifitas di bawah rumah tersebut karena dahulu masyarakat Aceh banyak melaksanakan aktivitasnya di bawah rumah.

“Bagian bawah atau kolong rumah adat Aceh dapat dimanfaatkan sebagai tempat menyimpan hasil tani atau hasil melaut karena sebagian berprofesi sebagai petani dan nelayan. Mereka kebanyakan menyimpan alat melaut seperti jaring dan jala serta alat pertanian di bawah rumah.
Sedangkan anak-anak biasanya juga kadang bermain di bawah rumah dan digunakan untuk bermain kaum ibu juga kadang menumbuk beras ditempat yang sama,” katanya.

Adapun bagian pintu rumah adat Aceh dibuat sedikit lebih rendah dan diberi balok melintang. Tujuannya agar setiap orang yang hendak masuk harus menunduk terlebih dahulu. Filosofinya bermakna jika setiap tamu hendaknya menaruh hormat kepada tuan rumah dengan tidak mendongakkan kepala.

Selain itu, sisi rumah adat Aceh selalu menghadap ke timur dan barat daya. Hal tersebut karena salah satu sisinya menghadap kiblat karena mayoritas masyarakat Aceh menganut agama Islam. Tak hanya itu, angin kencang kerap bertiup antara dua arah ini sehingga dapat selamat dari angin badai.

Bagian atap rumah adat Aceh sendiri terbuat dari daun rumbia yang dianyam oleh masyarakat sendiri. Daun rumbia dipilih karena ringan dan memberikan hawa sejuk. Selain itu pada bagian barat luar rumah biasa ditanam pohon besar dan rindang.

Salah satu penerima bantuan perbaikan rumah di Aceh adalah Ayyub. Pria berusia 61 tahun tersebut tinggal di Desa Paloh Tinggi, Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie.

Rumahnya merupakan rumah adat panggung asli Aceh yang sedang dilakukan penanganan perbaikan oleh Kementerian PUPR. Perbaikan rumah yang dilakukan berupa pendempulan tiang pondasi, peremajaan cat bangunan, dan pergantian balok kayu lantai tanpa merubah struktur dan nilai adat dari rumah itu sendiri.

“Terimakasih atas bantuan Kementerian PUPR yang telah merenovasi rumah adat masyarakat di Desa Paloh Tinggi ini. Semoga program perbaikan ini terus berlanjut sehingga rumah adat ini terus lestari,” katanya.

(W2)

Exit mobile version