Desy Ratnasari Minta Kemendikburistek Beri Pemahaman Terkait Asesmen Nasional kepada Seluruh ‘Stakeholder’ Pendidikan
BIMATA.ID, Jakarta – Dalam rangka kunjungan kerja Spesifik (Kunspik), Komisi X DPR RI menggelar pertemuan dengan Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara yang diwakilkan oleh Sekretaris Daerah Prov. Sulawesi Tenggara, Dinas Pendidikan Prov. Sulawesi Tenggara, dan pihak terkait lainnya di Aula Bahteramas Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara.
Dalam Kunspik tersebut, Anggota Komisi X DPR RI Desy Ratnasari meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) untuk memberikan pemahaman terkait dengan Asesmen Nasional secara gamblang kepada seluruh stakeholder di bidang pendidikan di seluruh Indonesia.
Menurutnya, asesmen nasional ini merupakan asesmen yang terkait dengan kompetensi minimum baik literasi maupun numerasi juga survei karakter. Asesmen ini, lanjutnya, juga tidak hanya saja berbicara soal fisik, tetapi aspek psikologis dari siswa terutama terkait dengan karakter.
“Survei karakter ini apa yang ingin dilihat, apakah hanya sekadar nilai-nilai normatif saja atau betul-betul memperhatikan apa yang ingin disasar atau dibentuk melalui karakter anak bangsa ini, seperti anak yang beriman dan bertaqwa serta tentu berbasis Pancasila misalnya. Nah ini juga harus dipahami,” ujar Desy, dikutip dari website resmi media parlemen, Senin (10/07/2023).
Baca Juga : Survei LSI Denny JA: Elektabilitas Prabowo Unggul, Ganjar Turun, Anies Stagnan
Pada tahun 2021, Mendikbud secara resmi menyampaikan bahwa Ujian Nasional (UN) resmi digantikan Asesmen Nasional (AN), yang terdiri dari Asesmen Kompetensi Minimal, Survei karakter dan Survei Lingkungan Belajar. Berdasarkan penjelasan Kepala Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan, Asesmen Nasional diikuti 6,7 juta murid kelas 5, 8, dan 11 dari 278 ribu satuan pendidikan di seluruh Indonesia. Dengan anggaran Asesmen Nasional 2023 sebesar Rp 337,8 miliar.
Selain itu, Desy juga mengamati peran Pendidikan Non-Formal yang belum turut serta mengikuti Asesmen Nasional. Dia menilai, dengan kondisi seperti itu, berarti ada permasalahan yang perlu dicarikan jalan keluarnya, karena Pendidikan Non-Formal itu dilindungi oleh Undang-Undang Pendidikan Nasional.
“Asesmen Nasional terkait dengan Pendidikan Non-Formal bagaimana? Apakah itu juga dilakukan dengan Pendidikan Non-Formal? selama ini kan Pendidikan Non-Formal ini dilindungi oleh Undang-Undang Pendidikan Nasional, tetapi keberadaan mereka dekat dengan masyarakat. (Sehingga) untuk kemudian turut serta berkontribusi mencerdaskan kehidupan bangsa, apakah juga mengikuti Asesmen Nasional? tampaknya sih dari jawabannya tidak ikut serta,” kata Desy.
Cek Juga : Survei LSI Denny JA: Elektabilitas Prabowo Unggul Capai 34,3%, Ganjar Turun, Anies Stagnan
Kemudian, Desy juga menyoroti peran Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan dalam menjamin mutu Pendidikan Non-Formal. Seharusnya, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan turut membantu keberadaan Lembaga Pendidikan Pendidikan Non-Formal yang telah berkontribusi nyata dalam peningkatan keterampilan dan pengembangan SDM masyarakat Indonesia.
“Lalu bagaimana terkait dengan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan? apakah mereka juga menjamin mutu pendidikan non-formal ini? Nah ini juga menjadi catatan penting kami. Kalau pun memang kita mau membantu keberadaan lembaga pendidikan non-formal tetap eksis untuk mencerdaskan anak bangsa di seluruh Indonesia, treatment seperti apa yang dilakukan untuk mereka? (Baik) terkait dengan penjaminan mutu nya, terkait dengan asesmennya. Karena menurut saya kontribusi apapun yang diberikan oleh lembaga pendidikan non-formal penting juga untuk diapresiasi,” kata Desy.
Simak Juga : PDIP Sambut Baik Wacana Prabowo yang Ingin Bertemu Dengan Megawati
Desy menekankan, bahwa perlu adanya political will, terutama dari segi anggaran, kepada seluruh instansi pemerintah yang terlibat dalam pendidikan. Sebab, political will ini sebagai investasi jangka panjang untuk mensejahterakan stakeholder di bidang pendidikan.
“Nah tentu menurut kami yang terpenting adalah bagaimana politik anggaran ini juga betul-betul mau menjadi sebuah bentuk investasi untuk pendidikan di jangka panjang. Jadi tidak hanya sekedar 20 persen itu adalah untuk fungsi pendidikan, tetapi murni untuk pendidikan, untuk pembangunan pendidikan, untuk pembangunan kesejahteraan para stakeholder pendidikan dalam hal ini tenaga pendidik dan tenaga pendidikan. Mau itu guru, mau itu dosen dan siswa nya juga, mau itu BOS bentuknya, maupun bantuan infrastruktur untuk pembangunan sekolah, maupun jaringan internet sekolah dan sebagainya. Tentu tidak hanya bisa satu kementerian saja, tetapi lintas kementerian harus berkolaborasi untuk mengatasi kendala tersebut,” pungkasnya.