BIMATA.ID, Jakarta- Hari ini Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menyelenggarakan Sosialisasi Kebijakan Rumah Umum Bebas PPN untuk Mendukung Ketersediaan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Analis Kebijakan Ahli Madya BKF, Suwardi bersama dengan Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Haryo Bekti Martoyoedo, dan Arief E mewakili Direktorat Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadi narasumber dalam sosialisasi yang dihadiri lebih dari 300 orang audiens ini.
BACA JUGA: Lewat Postingan Video, Kaesang Undang Prabowo Datang ke Podcastnya
Pemerintah terus memberikan perhatian khusus terhadap pemenuhan kebutuhan hunian layak huni dan terjangkau terutama bagi MBR. Komitmen ini juga tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang menargetkan peningkatan akses rumah layak huni dari 56,75% menjadi 70%.
Salah satu instrumen fiskal yang digunakan adalah fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas rumah umum/tapak dan rumah susun yang sudah diberikan sejak tahun 2001. Dukungan fiskal lainnya untuk sektor perumahan yang telah diberikan melalui berbagai instrumen fiskal, antara lain pemberian Subsidi Selisih Bunga (SSB), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang saat ini disinergikan dengan Tapera.
Untuk memperkuat dukungan fiskal terkait ekosistem perumahan agar lebih kondusif dan mempercepat pencapaian target RPJMN, Pemerintah menerbitkan PMK 60/PMK.010/2023. PMK ini ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan rumah (availability), meningkatkan akses pembiayaan bagi MBR (accessibility), menjaga keterjangkauan rumah yang layak huni (affordability) serta menjaga keberlanjutan program dan fiskal (sustainability).
Dengan PMK ini, setiap rumah mendapatkan fasilitas berupa pembebasan PPN sebesar 11% dari harga jual rumah tapak atau antara Rp16 juta s.d. Rp24 juta untuk setiap unit rumah. Fasilitas pembebasan PPN ini ditujukan untuk mendukung penyediaan setidaknya 230.000 unit rumah untuk MBR yang ditargetkan oleh Pemerintah.
BACA JUGA: Usai Laga Timnas, Jokowi Bilang Cerah Ke Prabowo, Ada Apa?
“Secara umum tujuan kebijakan RPMK ini untuk membantu mengatasi backlog kepemilikan rumah. Sasaran dari kebijakan rumah umum ini MBR. Penyesuaian harga jual rumah umum sebesar 2,5% dari usulan harga Menteri PUPR tahun 2022. sehingga harga jual rumah umum berkisar antara Rp 162 jt s.d Rp 234 jt pada tahun 2023) ; Rp 166 s.d Rp 240 jt mulai tahun 2024,” ungkap Suwardi.
Pada peraturan sebelumnya, batasan maksimal harga rumah tapak yang dibebaskan PPN adalah antara Rp150,5 juta s.d. Rp219 juta. Kenaikan batasan ini mengikuti kenaikan rata-rata biaya konstruksi sebesar 2,7% per tahun berdasarkan Indeks Harga Perdagangan Besar.
BACA JUGA: Cara Beda Prabowo Dukung Palestina
Lebih lanjut, Suwardi menjelaskan bahwa pembebasan PPN untuk rumah pekerja yang dibangun dan dibiayai oleh pemberi kerja disamakan dengan kebijakan rumah umum. Untuk fasilitas PPN dibebaskan untuk asrama mahasiswa dan pelajar, tidak ada batasan harga namun harus melakukan pemberitahuan pemanfaatannya. Sementara itu, pembebasan PPN untuk pondok boro tidak ada batasan harga namun harus melakukan pemberitahuan untuk pemanfaatannya.
“PMK ini juga mengatur tata cara pemanfaatan fasilitas PPN, dokumen kelengkapan serta pemberitahuan pemanfaatan fasilitas PPN,” lanjut Suwardi.
Selain dari sisi harga, Pemerintah juga menjamin kelayakan hunian dengan mematok luas minimum bangunan rumah dan tanah yang diberi fasilitas. Dengan demikian, terdapat lima persyaratan agar masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas untuk rumah umum ini, yakni: (1) Luas bangunan antara 21-36 m2 , (2) Luas tanah antara 60-200 m2 , (3) Harga jual tidak melebihi batasan harga dalam PMK, (4) Merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kriteria MBR, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu empat tahun sejak dimiliki, dan (5) Memiliki kode identitas rumah yang disediakan melalui aplikasi dari Kementerian PUPR atau BP Tapera.
“PMK ini juga mengatur bahwa penyerahan rumah umum atau rumah pekerja hanya dapat diberikan satu unit dalam satu keluarga, suami atau istri yang telah memanfaatkan fasilitas sebelum perkawinan tetap dapat memanfaatkan fasilitas yang telah diperoleh, orang pribadi tidak kawin berusia di bawah 18 tahun atau masih menjadi tanggungan keluarga tidak dapat memanfaatkan fasilitas ini, dan yang terakhir kepemilikan rumah pertama atas semua jenis hunian yang berfungsi sebagai tempat tinggal, termasuk rumah susun, rumah toko, rumah kantor dan jenis rumah lainnya,” ujar Suwardi.
BACA JUGA: Survei Indopol: Prabowo Menang Head to Head Lawan Ganjar dan Anies
Fasilitas pembebasan PPN juga diberikan untuk pondok boro bagi koperasi buruh, koperasi karyawan, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Pemerintah juga membebaskan PPN untuk penyerahan asrama mahasiswa dan pelajar kepada universitas atau sekolah, Pemda dan/atau Pempus. Terakhir, pembebasan PPN juga diberlakukan untuk penyerahan rumah pekerja oleh perusahaan kepada karyawannya sendiri dan tidak bersifat komersial.
Selain itu, Pemerintah melalui Kementerian PUPR juga memberikan bantuan subsidi selisih bunga. Subsidi ini bertujuan agar MBR tetap dapat membayar cicilan rumah dengan tingkat bunga sebesar 5%.
BACA JUGA: Jokowi Akui Bahas Politik Saat Jumpa Prabowo di Istana
“Dengan demikian, total manfaat yang akan diterima untuk setiap rumah subsidi selama masa pembayaran cicilan rumah dengan bantuan subsidi dan pembebasan PPN berkisar antara Rp187 juta s.d. Rp270 juta,” tutup Suwardi.