BIMATA.ID, Jakarta – Warga Nias, Eliadi Hulu, dan warga Yogyakarta, Saiful Salim, menggugat UU Parpol ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan meminta masa jabatan ketua umum (ketum) partai politik (parpol) hanya 2 periode.
Waketum Gerindra Habiburokhman menilai, gugatan itu aneh lantaran partai berhak menentukan aturan internalnya.
“Itu aneh ya pertama soal jabatan itu, itu lebih dalam lagi, lebih spesial lagi daripada legal policy. Kalau open legal policy itu kan di DPR, kalau jabatan parpol itu ada di masing-masing partai politik,” kata Habiburokhman, dikutip dari detiknews, Senin (26/06/2023).
Baca Juga : Prabowo Photobox Bareng Arief Muhammad, Pose Namaste sampai Finger Heart
Habiburokhman menyebut, aturan tersebut semestinya hanya berlaku bagi masing-masing partai politik, penentuan Ketum partai, lanjutnya, adalah hak masing-masing parpol tanpa harus diintervensi.
“‘Kalau dia mau atur partai orang ya aneh sekali, sesuatu yang oleh negara pengaturan partai politik dijaga banget tidak diintervensi dan tidak dimasukkan ke dalam undang-undang,” tuturnya.
“Hal yang sangat demokratis, yaitu menentukan pilihan ketua umum diserahkan kepada anggota partai politik kok mau dirampok, mau diserahkan kepada negara lewat pengaturan undang-undang, ini kan kebalik, menjungkirbalikkan akal sehat demokrasi ini orang, saya pikir aneh sekali ya nggak tahu dasarnya apa, apa karena ketidaktahuan atau dasar lain,” sambungnya.
Dia menjelaskan, sumber pembiayaan partai 90 persen berasal dari kader, hal ini yang menjadi dasar negara tak bisa ikut campur dalam penentuan ketua umum.
Simak Juga : Makan Nasi Padang Bareng Wartawan, Prabowo Nyanyikan Happy Birthday untuk Rekan Jurnalis
Ia menuturkan, gugatan itu sebenarnya tak berdasar pada hukum.
“Dan perlu diingat partai politik itu kan 90 persen pembiayaannya swadaya oleh masing-masing partai politiknya, masa negara mau ngatur. Kecuali seratus persen dibiayai oleh negara, kayak DPR misalnya, masuk akal,” ujarnya.
“Saya kan jauh sebelum di sini kan saya bolak-balik menggugat materi ke MK. Ini jauh sekali, legal standing-nya nggak ada. Kerugian konstitusionalnya, baik kerugian yang nyata maupun potensi juga nggak ada. Mau mengaku warga ya silakan saja, secara formal menempuh. Tetapi menurut saya ini akan mentah,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, pasal yang digugat Eliadi Hulu dan Saiful Salim adalah Pasal 23 ayat 1 yang berbunyi:
Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART.
Lihat Juga : Kader Konsolidasi di 4 Kabupaten Kota Sekaligus, Begini Pesan Prabowo Subianto
Eliadi Hulu-Saiful Salim meminta pasal tersebut diubah menjadi:
Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART, khusus ketua umum atau sebutan lainnya, AD dan ART wajib mengatur masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut.
“Sebagaimana halnya kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh masa jabatan tertentu, demikian pula halnya dengan partai politik yang dibentuk atas dasar UU a quo dan juga merupakan peserta pemilu, sudah sepatutnya bagi siapapun pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya,” pungkasnya.