Bimata

BI Ungkap Alasan Nilai Tukar di Tahun 2024 Lebih Kuat

BIMATA.ID, Jakarta – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menerangkan, empat alasan mengapa nilai tukar pada tahun depan secara rata-rata akan lebih kuat dari tahun 2023.

Perry mengatakan, mulai dari pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, inflasi tetap terkendali, kondisi neraca pembayaran dan defisit transaksi masih rendah, serta imbal hasil dari Surat Berharga Negara (SBN) maupun aset keuangan terus menarik.

Baca juga: Langkah Prabowo Dinilai Sudah Sejalan dengan Arahan Presiden Jokowi

“Sehingga kami meyakini bahwa, aliran modal asing tidak hanya penanaman modal asing (PMA) dari hilirisasi tapi juga dari investasi portofolio. Oleh karena itu, kenapa dalam penjelasan kami sebelumnya rupiah itu kami perkirakan menguat,” katanya, saat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Kamis (08//06/2023).

Di tahun 2023, nilai tukar rupiah berkisar Rp 14.800 hingga Rp 15.200 per dolar AS. Sementara, tahun 2024 diperkirakan menjadi Rp 14.600 sampai dengan Rp 15.100 per dolar AS.

Lihat juga: Guru Besar Hukum Internasional UI Sebut Saran Prabowo untuk Resolusi Penyelesaian Konflik Rusia-Ukraina Demi Kemanusiaan

“Namun, kami juga meyakini dalam perumusan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tentu saja ada suatu kecenderungan bahwa angka-angka titik tengahnya itu lebih tinggi dari yang angka titik tengahnya Bank Indonesia,” tandas Perry.

Untuk titik tengah dari BI adalah Rp 14.800 per dolar AS dari kisaran Rp 14.600 hingga Rp 15.100 per dolar AS. Namun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI memandang keperluan untuk menetapkan titik tengah yang lebih tinggi sebesar Rp 14.900 per dolar AS dari kisaran Rp 14.700 sampai dengan Rp 15.200 per dolar AS.

Simak juga: Guru Besar Hukum Internasional UI: Gagasan Prabowo Atasi Konflik Rusia-Ukraina Sudah Tepat

“Masih sejalan dengan pandangan kami bahwa, rupiah akan menguat dan memberikan ruangan bagi pemerintah kalau memang memilih titik tengah yang di atas dari Bank Indonesia. Titik tengahnya Bank Indonesia Rp 14.800 (per dolar AS), pemerintah kalau memerlukan Rp 14.900 (per dolar AS) itu masih dalam konsistensi,” ujarnya.

[MBN]

Exit mobile version