BIMATA.ID, Jakarta – Konflik antara Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dengan Kementerian Perdagangan, terkait selisih harga jual atau rafaksi minyak goreng mulai mereda usai melakukan pertemuan keduanya.
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengatakan, masalah ini perlu dikomunikasikan oleh kedua belah pihak, terlebih kasus rafaksi senilai Rp.344 miliar ini juga melibatkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Setahu saya, Aprindo dan Kemendag sudah komunikasi. Mudah-mudahan ada titik temu, ini tak berhubungan dengan Aprindo saja, ini juga BPDPKS,” kata Jerry, dikutip dari tvonenews, Senin (08/05/2023).
Baca Juga : Prabowo Beri Selamat untuk Lettu Agus Prayogo yang Raih Emas di SEA Games 2023
Jerry menegaskan, pihak Kementerian Perdagangan siap memfasilitasi dan menyelesaikan polemik rafaksi Rp.344 miliar tersebut.
Bahkan, Jerry sendiri mengklaim, dia beberapa kali telah menjalin komunikasi dengan Ketua Aprindo, Roy Nicholas Mandey untuk mencari titik terang kasus ini.
“Kita selesaikan secepatnya. Kalau bisa sebelum Agustus kenapa tidak. Saya juga beberapa kali berkomunikasi dengan Pak Roy Mandey, intinya semangat kita sama untuk kepentingan nasional, yang penting tidak ada pihak dirugikan,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan membantah bahwa pihaknya ada utang sebesar Rp.344 miliar terkait penggantian selisih harga jual atau rafaksi minyak goreng terhadap Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
“Nggak ada, enggak ada anggaran bayar utang Kemendag. Enggak ada bayar utang, boleh cek di APBN berutang atau enggak,” jelasnya, di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2023).
Simak Juga : Pencipta ‘Ojo Dibandingke’ Nyanyi untuk Prabowo: Kok Dibanding-Bandingke Yo Mesti Menang
Menurut Zulhas, ini yang seharusnya berutang itu adalah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Masalah rafaksi minyak goreng ini, Zulhas menjelaskan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur polemik ini telah dihapus sehingga kasus tersebut harus maju ke ranah hukum.
“Yang membayar BPDPKS kalau Kemendag enggak ada anggaran APBN untuk bayar utang. BPDPKS mau bayar tapi Permendag-nya sudah enggak ada, maka perlu payung hukum,” ujarnya.
Oleh karena itu, Kemendag perlu fatwa hukum seperti yang diminta oleh Sekjen kepada Kejaksaan Agung.
Hal ini guna meminimalisir pihak BPDPKS masuk penjara karena dianggap tidak membayar hutang.
“Kan BPDPKS yang janji mau bayar, dia mau bayar kalau ada aturannya kan, kalau enggak nanti kan dia masuk penjara,” pungkasnya.
Lihat Juga : Abah Lala Nyayi ‘Ojo Dibandingke’ untuk Prabowo, Liriknya: Yo Mesti Menang