BIMATA.ID, Jakarta- Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah sampai 31 Maret 2023 sebesar Rp 7.879 triliun. Utang ini naik Rp 17,39 triliun dibanding bulan sebelumnya. Pemerintah memastikan utang ini aman karena kas pemerintah mencukupi.
Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action, Ronny P Sasmita mengkritisi tingginya utang ini. Menarik perhatian Ronny bukan jumlah utang yang ada tetapi penggunaan dana dari utang tersebut.
BACA JUGA: Hadiri Majelis Riyadlul Jannah, Prabowo: Islam di Indonesia Sejuk
“Yang paling mubazir adalah memungut utang untuk membayar tagihan dan bunga utang, ada juga untuk membiayai biaya rutin dan biaya operasional pemerintah,” kata Ronny, pada Jumat (12/05/2023).
Dalam sudut pandang lain, kondisi utang Indonesia berpotensi membahayakan jika besaran utang tidak sebanding dengan daya ungkit pertumbuhan terhadap ekonomi nasional.
Memang, menurut Ronny, jika dilihat dari sudut pandang rasio utang dengan PDB nasional, utang Indonesia masih aman. Namun kondisi seperti ini tidak aman jika berlangsung setiap tahun. Apalagi, jika pertumbuhan ekonomi nasional di batas standar, yakni 5 persen.
BACA JUGA: Prabowo: Perbedaan Jangan Jadi Sumber Perpecahan
“Jika pola ini dipertahankan, maka dalam waktu 10 atau maksimal 20 tahun ke depan, batas konstitusional 60 persen akan tersentuh. Lalu mau tak mau aturannya harus direvisi agar tetap bisa berutang dengan pola yang sama,” ujar Ronny.
Risiko lainya, menurut analisa Ronny adalah pertumbuhan utang yang bergerak lebih cepat dibanding pertumbuhan ekonomi, pada ujungnya juga akan bergerak lebih cepat dibanding pertumbuhan revenue atau pendapatan negara.
Hal ini akan berdampak terhadap anggaran negara akan lebih banyak tergerus oleh porsi cicilan utang, yang berakibat akan mengurangi anggaran pelayanan dasar dan anggaran pembangunan.
BACA JUGA: Prabowo Ungkap Pendidikan Militer di Indonesia Banyak Dilirik Negara Lain
“Lalu satu persatu subsidi akan dicabut untuk menyikapinya, dan seterusnya,” ucapnya.