BIMATA.ID, Jakarta – Saat ini Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tengah menyusun indikator pemetaan kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 dengan tema isu strategis yang mencakup lima hal, yakni: politik uang, politisasi SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), kampanye media sosial, netralitas ASN dan penyelenggaraan pemilu dengan mengadakan kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun indikator kerawanan dengan berbagai macam pihak.
Diketahui kegiatan ini diselenggarakan oleh bagian Pusat Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan (Puslitbangdiklat) di Jakarta.
Dalam kegiatan tersebut, Anggota Bawaslu Lolly Suhenty menjelaskan, bahwa hal ini menjadi antisipasi atas maraknya pelanggaran pada pemilu lalu dan perkembangan yang ada.
“Ini (pemetaan indikator kerawanan) sebagai antisipasi, termasuk dalam mengisi bolong-bolongnya (kekurangan) regulasi,” kata Lolly, dikutip dari website resmi Bawaslu RI, Jumat (14/04/2023).
Baca Juga : Prabowo dan Susi Kenang Masa Lalu Makan Steak Terenak di Jakarta
Lolly mengatakan, kalau hal pertama mengenai netralitas ASN yang pada Pemilu 2019 lalu menjadi salah satu pelanggaran tertinggi.
“Ada 1475 dugaan pelanggaran yang termasuk dalam pelanggaran Pemilu 2019 yang termasuk pelanggaran tertinggi pada Pemilu 2019. Jadi pelanggaran netralitas ASN ini bukan sekadar wacana, tetapi sudah berdasarkan pengalaman fakta,” ungkapnya.
Cek Juga : Kegembiraan Prabowo Diskusi dengan Para Pemred Media Nasional
Lebih lanjut Lolly menyampaikan, pada Pemilu 2024, tak ada calon presiden petahana (incumbent).
“Untuk itu penting bagi kita mendorong netralitas ASN, salah satunya dengan memetakan kerawanan yang ada,” tuturnya.
Kemudian, mengenai politisasi SARA. Pada Pemilu 2024 ini, menurut dirinya, masa kampanye pendek sedangkan jangka sosialisasi panjang.
“Saat ini yang menjadi perhatian mengenai narasi politik identitas di kalangan masyarakat yang perlu diletakkan kerawanan dan perkembangannya,” ujarnya.
Selain itu, Lolly juga memaparkan, bahwa isu strategis ketiga mengenai politik uang yang nyata terjadi di lapangan. Namun dalam praktik penegakan hukumnya sulit dalam hal pembuktian.
“Apalagi saat ini dengan digitalisasi, politik uang makin banyak cara seperti dengan ‘cashless’ sehingga kita membutuhkan kejelian untuk membuktikan dengan beragam potensi dan beragam modus operandi,” ucapnya.
Dirinya menegaskan, isu strategis kampanye di media sosial. Sebab ia menilai, kalau saat ini perkembangan media sosial yang begitu pesat dan perlu diantisipasi.
Simak Juga : Habib Jafar Bertemu Prabowo, Soroti Nasionalisme Anak Muda
“Bawaslu sudah membuat gugus tugas untuk media sosial dan menjalin kerja sama kolaborasi dengan berbagai pihak, namun pada prakteknya masih ada upaya pelanggaran dengan berbagai cara nantinya,” sebutnya.
Lalu, isu penyelenggaraan pemilu di luar negeri, Lolly mengingatkan beberapa permasalahan sebelumnya seperti manipulasi surat suara atau biaya penyelenggaraan yang cukup besar.
“Kita masih ingat ada ribuan surat suara di Malaysia yang kala itu Bawaslu memutuskan tak bisa dihitung karena manipulasinya yang banyak. Selain soal surat suara, ada juga ‘cost’ yang perlu dipertimbangkan,” paparnya.
“Indikator pemetaan kerawanan yang dirumuskan ini semoga sesuai dengan kondisi di lapangan,” pungkasnya.