BIMATA.ID, Jakarta- Ekonom Senior, Faisal Basri menyebut belum ada satu sosok pun yang berhasil melakukan reformasi perpajakan di Indonesia.
Menurutnya, program reformasi pajak hampir selalu kandas. Pasalnya, kepala pemerintahan selalu berganti sebelum program reformasi pajak tuntas.
BACA JUGA: Prabowo Jadi Rebutan Swafoto, Netizen: Presiden Masa Depan
“Sampai sekarang belum ada sosok yang komprehensif tentang reformasi pajak kita, jadi masih (belum optimal),” kata Faisal.
Ia mengibaratkan perpajakan itu ibarat menanam pohon. Jika bibitnya baik dan bisa dirawat dengan baik, maka buah yang dinikmati pun akan nikmat.
Dalam pajak, jika ekonominya bagus maka penerimaan untuk negara pun akan baik. Oleh karena itu, selain menyoroti pajak, pemerintah juga perlu menjaga perekonomian dalam negeri.
BACA JUGA: Prabowo Ungkap Isi Pertemuan Ketum Parpol Bareng Jokowi di Silaturahmi Ramadan PAN
Faisal pun mengatakan saat ini penerimaan pajak terbesar adalah dari industri manufaktur. Namun, kinerja sektor tersebut malah sedang menurun. Dengan kata lain pemerintah harus memberi perhatian pada industri manufaktur.
Di sisi lain, kata Faisal, pemerintah malah memberi karpet merah pada industri nikel asal China berbentuk tax holiday hingga bebas bea masuk.
Menurutnya, jika hal itu terus berlanjut maka penerimaan pajak pun malah makin kecil.
BACA JUGA: Di Hadapan Jokowi, Gus Miftah Tagih Janji Prabowo 8 Tahun Silam
“Jadi pajak adalah hasil dari apa yang kita upayakan, berarti yang kita tanam tidak berkualitas,” kata Faisal.
Pemerintah sebenarnya telah membentuk Tim Reformasi Perpajakan sejak Desember 2016 lalu, beberapa bulan setelah Sri Mulyani didapuk sebagai Menteri Keuangan RI di periode pertama Presiden Joko Widodo untuk menggantikan Bambang Brodjonegoro.
Reformasi dilakukan karena pemerintah memandang perekonomian Indonesia sudah kuat di berbagai tekanan global karena sinergi kebijakan fiskal, moneter, hingga riil.
BACA JUGA: Elektabilitas Prabowo Meroket, Jokowi di Hadapan KIB-KIR: Bukan karena Saya
Kebijakan fiskal dilakukan dengan menjadikan APBN sebagai shock absorber atau bantalan saat terjadi guncangan atau krisis, mulai dari energi, pangan, hingga keuangan.
Namun, APBN tak bisa terus menjadi penopang, terutama saat perekonomian mulai pulih. Ani, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa membayar pajak adalah langkah tepat menjaga APBN tetap sehat.
BACA JUGA: Di Depan KIB dan KIR, Presiden Jokowi Akui Kerja Keras Prabowo