BIMATA.ID, Jakarta – Gugatan uji materil atau judicial review (JR) norma sistem pemilihan legislatif (Pileg) agar berlangsung tertutup dimentahkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Perludem menyampaikan dalil keberatannya dalam sidang lanjutan yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (RI) sebagai Pihak Terkait di Ruang Sidang Utama Gedung MK RI, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis, 16 Maret 2023.
“Alasan para pemohon tidak beralasan menurut hukum (meminta MK mengubah sistem Pileg dari proporsional terbuka menjadi tertutup),” ujar kuasa hukum Perludem, Fadli Ramadhanil.
Fadli menjelaskan, posisi MK RI terhadap sistem Pileg telah tertuang dalam putusannya terhadap perkara JR pada 15 tahun lalu.
Baca juga: Survei PWS : Prabowo Ganjar difavoritkan Berpaket
Lebih lanjut, Fadli menyebutkan, pernah terjadi gugatan Undang-Undang (UU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke MK RI pada tahun 2008. Di mana, terdapat aturan penentuan calon legislatif (Caleg) terpilih di partai politik (Parpol) ditentukan pada dua mekanisme.
Mekanisme pertama adalah Caleg yang terpilih sebagai pemenang Pileg dan berhak mendapat kursi adalah yang berhasil mencapai bilangan pembagi pemilih (BPP) sebesar 30 persen. BPP sendiri diperoleh melalui penjumlahan total suara sah di suatu daerah pemilihan (Dapil), yang kemudian dibagi dengan total jumlah kursi yang diperebutkan di suatu Dapil.
Kedua, apabila BPP tidak bisa dipenuhi oleh Caleg, maka penentuan kursi akan dilakukan sepihak oleh Parpol, yakni dengan pengaturan nomor urut terkecil dari daftar pencalonan.
“Bahwa, dalam Putusan MK Nomor 22-24/2008 membatalkan Pasal 214 huruf a sampai e UU Nomor 8 Tahun 2012 (tentang Pemilu). MK terhadap sistem proporsional terbuka yang menggunakan standar ganda (di pasal itu), yaitu penggunaan sistem nomor urut dan perolehan masing-masing Caleg,” jelas Peneliti Perludem ini.
Lihat juga: Survei PWS: Duet Prabowo-Ganjar Paling Banyak Dipilih
Menurut Perludem, sikap MK RI terhadap uji materil norma di dalam UU Pemilu terdahulu tersebut pada dasarnya sudah cukup memperlihatkan sikap MK RI terhadap sistem Pemilu tertutup, yang coba dikolaborasikan praktiknya saat sistem Pileg sudah diberlakukan terbuka.
Karena pada dasarnya, penggunaan standar ganda dalam sistem Pileg, yaitu Caleg dapat memperoleh kursi jika suaranya bisa mencapai 30 persen dari BPP, dan jika tidak mampu maka akan diberikan kepada yang punya nomor urut kecil sudah dibatalkan.
Melalui Putusan No 22-24/PUU-VI/2008, MK RI menyebut, setiap Caleg mestinya dapat menjadi anggota legislatif pada semua tingkatan sesuai dengan perjuangan dan perolehan dukungan suara masing-masing.
Sehingga, persyaratan 30 persen BPP yang harus dipenuhi Caleg untuk mendapat kursi, dan kalau tidak akan kembali berdasar nomor urut dipandang MK RI sebagai sesuatu yang menusuk rasa keadilan dan melanggar kedaulatan rakyat.
Simak juga: Pejuang Ekonomi Kerakyatan, Sudaryono Kobarkan Semangat Perjuangan Pedagang Dukung Prabowo
“Putusan MK 22-24/2008 membatalkan pasal-pasal tadi. Putusan itu merupakan bagian dari Mahkamah memberikan keadilan atas ketidakpastian hukum dari ketentuan tersebut, yang kemudian ke standar ganda yang semestinya diatur sama,” tuturnya.
[MBN]