Bimata

Jokowi Larang Pejabat dan Pegawai Pemerintah Gelar Buka Puasa Bersama

BIMATA.ID, Jakarta- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan larangan menggelar acara buka puasa bersama Ramadan 2023. Larangan tersebut menyasar pada Menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri serta Kepala Badan/Lembaga.

Dalam surat bernomor 38 /Seskab/DKK/03/2023 yang diteken Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 21 Maret 2023, tertulis soal penyelenggaraan buka puasa bersama tersebut. Seluruh pejabat dan aparatur negara diminta mematuhi arahan Presiden itu dan meneruskannya kepada semua pegawai di instansi masing-masing.

BACA JUGA: Pesan Mama-mama Papua Kepada Prabowo: Kalau Jadi Presiden Harus Perhatikan Orang Kecil

Instruksi Jokowi tersebut menuai pro kontra di tengah masyarakat. Mengingat sebelum Ramadan menyapa, masyarakat Indonesia tak terlarang menghadiri sebuah acara dengan jumlah pengunjung yang membludak. Tak hanya itu, acara resepsi pernikahan pun juga banyak digelar dalam ragam bentuk acara.

Sekjen Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara sekaligus guru besar UPI, Cecep Darmawan menilai ini sebagai langkah inkonsistensi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan. Terlebih momentum aturan itu dinilainya tak tepat.

BACA JUGA: Budisatrio: Elektabilitas Prabowo Semakin Meningkat Versi LSP Picu Semangat Kader dan Relawan Terus Bekerja

“Kalau saya melihat ini, pemerintah harusnya konsisten dalam larangan-larangan. Kalau dilarang orang buka bersama itu seharusnya kan orang yang hajatan juga dilarang. Harus konsisten. Kalau kumpul-kumpul tadi tidak dilarang, mestinya buka bersama juga jangan dilarang,” kata Cecep, Jakarta, Kamis (23/03/2023).

Dia mengungkapkan ada niat baik pemerintah dalam melindungi rakyatnya terhadap bahaya covid-19. Larangan ini, kata dia, demi menghindari kasus Covid-19 yang sewaktu waktu datang dan kembali meledak.

“Tetapi ini menurut saya salah kaprah. Maksudnya, jangan dilarang buka bersamanya tetapi buka bersama melalui prokes yang ketat. Itu yang benar,” ujar dia.

BACA JUGA: Mayoritas Relawan Jokowi NTB Dukung Prabowo Sebagai Capres 2024

Selain itu, Ia pun mempertanyakan mengapa larangan ini hanya tertuju pada pejabat dan ASN saja. Karena menurutnya, virus Covid-19 dapat membahayakan semua orang, tanpa mengenal status sosial.

“Kenapa yang ASN dan pejabat saja yang dilarang? Itu juga kan kebijakan yang menurut saya keliru. Kalau mau dilarang, ya semua, Apakah Covid-19 hanya untuk ASN? Itu menurut saya tidak tepat,” katanya.

“Momentumnya mengapa ini di bulan puasa. Karena sebelum bulan puasa orang ngumpul-ngumpul kan biasa, bahkan kumpul-kumpul di hotel, sosialisasi ini itu, ASN itu kan ngumpul tiap hari, ada kegiatan, nah kenapa nggak dilarang,” ungkap Cecep.

BACA JUGA: Jokowi dan Prabowo Kompak Tanam Jagung di Food Estate Keerom Papua

Dia meyakini stressing instruksi Jokowi tersebut terletak pada pencegahan penyebaran Covid-19 di Tanah Air. Karena saat ini, Indonesia masih belum sepenuhnya pulih dari serangan virus tersebut. Jika demikian, arahan tersebut harus didukung oleh semua masyarakat dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan baik.

“Kalau ada bukber atau acara ngumpul ya prokes ditegakkan, nah itu lah tadi yang disebut dengan pengawasan, kontrol. Siapa (yang mengontrol)? Ya masing masing institusi punya mekanisme pengawasan yang baik. Jadi saya yakin bukan melarang bukbernya tapi penyebarannya,” Cecep menandaskan.

“Pemerintah harusnya mengajak buka bersama dengan para dhuafa. Beri santunan mereka di bulan Ramadhan. Ajak bukber bahagiakan mereka,” kata dia.

BACA JUGA: Kepala BIN Doakan Prabowo Subianto Sukses di Pilpres 2024

Karena itu, ia meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali aturan tersebut. Sebab selama ini, banyak kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam jumlah yang banyak.

“Bagaimana dengan konser-konser, perayaan pernikahan, rapat-rapat dinas yang semua ada makan-makan bersama. Kok bebas saja,” ucap dia.

“Cabut surat edaran tersebut. Ganti dengan yang saya sarankan di atas plus prokes yang baik,” Cecep manandaskan.

BACA JUGA:Di Hadapan Warga Tabalong, Prabowo Subianto Ngaku Betah untuk Singgah

Sedangkan Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menilai larangan buka puasa bersama pejabat hingga ASN pemerintah kurang tepat. Sebab menurutnya, momen ini sebagai ajang silaturahmi yang sudah tiga tahun vakum karena adanya pandemi covid-19.

“Mungkin yang perlu dilakukan itu pembatasannya,” ujar dia kepada Liputan6.com, Kamis (23/3/2023).

Selain itu, dia menambahkan, Presiden juga dapat mengarahkan anak buahnya untuk tidak menggelar acara di tempat-tempat mewah. Acara buka puasa bersama sebaiknya dapat digelar dengan melibatkan pelaku-pelaku UMKM agar perekonomian mereka kembali meningkat.

“(Acara Bukber) tidak terlalu mewah. Malah kalau bisa Pak Jokowi mengarahkannya ke kuliner-kuliner kecil, jadi dia ngedrop (logistik), itu kalau mau menghidupkan ekonomi bawah. Kalau disetop semua, nanti UMKM itu mati. Masyarakat sulit. Menurut saya pemerintah malah keliru. Kalau kebijakan itu kan menguntungkan publik, ini tidak menguntungkan publik jadinya,” ucapnya.

BACA JUGA: Kepala BIN Doakan Prabowo Subianto Sukses di Pilpres 2024

Trubus pun menilai alasan pemerintah mengada-ngada, dalam melarang buka bersama ini. Menurutnya, pada saat ini justru pemerintah didorong membantu perekonomian masyarakat bawah agar bisa kembali bergeliat.

“Alasan pandemi ke endemi, malah terbalik ini, harusnya di masa endemi ini membangun masyarakat bawah untuk bisa bertahan. Saya memahami beliau maunya supaya tidak dipolitisasi, takut mewah-mewah, flexing, tapi yang penting kan kebijakan pengendaliannya,” kata dia.

Trubus pun menyoroti pengawasan agar aturan larangan bukber bersama ini berjalan efektif. Menurutnya, ada harga yang harus dibayar mahal bila nantinya pengawasan ini dilakukan dengan melibatkan perangkat daerah.

BACA JUGA: Anak Buah Prabowo Lantik Walikota Samarinda Jadi Ketua IPSI Kalimantan Timur

“Pengawasannya, ujung-ujungnya tim gugus. Ndak perlu, Penegakan hasilnya Perda, berarti Satpol PP. Ya enggak perlu lah, nanti keluar biaya lagi, pemborosan juga, emang menurunkan tim gugus nggak memerlukan biaya, jadi nggak tahu ini, kok kebijakan ini aneh,” pungkasnya.

 

Exit mobile version